- Deteksi dan Obati Pikun Sejak Dini -
Bismillah
Assalamualaykum,
Ketika aku usia SD, aku sering banget disuruh menemani mamak-nya nenek, aku memanggilnya Nek Unyang.
Usia Nek Unyang saat itu 80-an, udah tua bangetlah pokoknya, badannya pun bungkuk, tapi masih bisa jalan, meski agak tertatih, yang aku herannya kencang juga kalau dibawanya kabur.
Jadi, Nek Unyang ini menderita pikun, setiap saat dia akan mengumpulkan bajunya dalam satu gulungan kain, katanya dia mau pindah ke rumah anaknya yang letak di sebrang jalan. Kami sangat khawatir ia kecelakaan jika Nek Unyang menyebrang sendirian atau bahkan lupa jalan pulang huhu.
Akhirnya, pagar rumah selalu dalam keadaan digembok. Akulah yang terkadang menjadi temannya. Kadang dia berpantun dalam Bahasa Minang, kadang kami tidur-tiduran di tempat tidurnya yang pakai kelambu sambal cerita kisah hidupnya, kadang dia baca Qur’an.
Ah, tetiba aku merindukannya. Al-Fatihah buat Nek Unyang.
Ternyata pikun itu penyakit!
Festival Digital Bulan Alzheimer Sedunia Tahun 2020
Hal tersebut aku ketahui saat menghadiri Webinar Kesehatan Festival Digital Bulan Alzheimer Sedunia tahun 2020 pada Minggu, 20 September 2020.
Festival Digital Bulan Alzheimer Sedunia diadakan oleh PT Eisai Indonesia dan Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia ( PERDOSSI ) yang dihadiri oleh dokter dan masyarakat awam. Festival ini diselenggarakan dalam rangka memperingati Hari Alzheimer Sedunia setiap tanggal 21 September.
Senang sekali bisa menghadiri acara edukasi seperti ini sehingga masyarakat juga bisa tahu dan paham mengenai penyakit pikun serta ikut mengampanyekan #obatipikun
Berhubung masih pandemi, festival dilaksanakan secara virtual dan dibuka oleh Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan NAPZA Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, dr. Siti Khalimah, Sp.KJ, MARS, Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) PERDOSSI, DR. dr. Dodik Tugasworo P, SpS(K), dan President Director PT Eisai Indonesia (PTEI), dr. Iskandar Linardi.
Adapun kata sambutan pertama disampaikan oleh Presiden Director PT Eisai Indonesia ( PTEI ) dr. Iskandar Linardi. PT Eisai Indonesia ( PTEI ) sebagai perusahaan farmasi dengan memiliki filosofi human health care, dan telah berkontribusi selama 50 tahun dalam kesehatan masyarakat Indonesia, berkomitmen mengedukasi masyarakat mengenai penyakit Demensia Alzheimer, apalagi penyakit ini juga dapat dideteksi sejak awal sehingga proses penanganan bisa dilakukan secepat mungkin.
Kemudian kata sambutan berikutnya dari Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) PERDOSSI, DR. dr. Dodik Tugasworo P, SpS(K). Edukasi kepada masyarakat dan tenaga kesehatan secara terus menerus ujar Dodik, sangat penting. Terselenggaranya festival ini merupaka program kampanye eduktif #obatipikun bekerjasama dengan PT Eisai Indonesia. Para peserta akan dapat penjelasan menyeluruh mengenai Demensia Alzheimer sekaligus pengenalan aplikasi E-Memory Screening ( EMS ) sebuah aplikasi yang bantu deteksi dini Demensia Alzheimer.
Terakhir adalah kata sambutan dari perwakilan Kementerian Kesehatan sekaligus pembukaan festival oleh dr. Siti Khalimah, Sp.KJ, MARS.
Saat ini jelas Siti Khalimah kita mulai memasuki periode aging population , dimana terjadi peningkatan umur harapan hidup yang diikuti dengan peningkatan jumlah lansia.
Tahun 2010 penduduk lansia meningkat menjadi 25,9 juta jiwa ( 9,7%) dari 18 juta atau 7,56%, dan diperkirakan akan terus meningkat pada tahun 2035 menjadi 48,2 juta jiwa (15,77%).
Peningkatan jumlah penduduk lansia dapat jadi asset bangsa jika mereka mandiri dan produktif, sebaliknya jika mereka tidak mandiri dan tidak produktif justru akan berdampak besar terhadap kondisi sosial dan ekonomi bangsa.
Penyakit Demensia Alzheimer menjadi salahsatu ancaman bagi lansia di Indonesia saat ini.
Kementerian Kesehatan jelas Siti Khalimah, sangat mendukung penuh Festival Digital Bulan Alzheimer Sedunia karena merupakan bagian dari edukasi untuk mencegah lansia terkena Demensia Alzheimer. Harapannya, makin banyak lansia yang terdeteksi Demensia Alzheimer dapat ditangani sedini mungkin sehingga mereka kelak dapat kembali bisa mandiri dan produktif.
Lakukan Deteksi Dini Penyakit Pikun Dengan E-MS, Sahabat Kesehatan Otak Keluarga
Sebenarnya dalam kata sambutan Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) PERDOSSI, DR. dr. Dodik Tugasworo P, SpS(K) ada membahas aplikasi EMS, nah aku jelaskan di subjudul ini aja yah ^^
Aplikasi E-MS atau E-Memory Screening – Sahabat Kesehatan Otak Keluarga adalah aplikasi yang membantu mendeteksi dini Demensia Alzheimer. Aplikasi tersebut resmi diluncurkan pada 20 September 2020 dan dapat diunduh dengan mudah baik oleh dokter dan masyarakat, sudah tersedia di Playstore dan Appstore.
Bagaimana cara kerja aplikas E-MS ?
Aplikasi E-MS akan menilai kondisi memori seseorang dengan menjawab pertanya-pertanyaan terkait Demensia Alzheimer yang mungkin dialami oleh pengguna aplikasi.
Setelah itu, aplikasi E-MS akan memberikan skor. Jika skor tersebut menunjukkan kondisi abnormal, maka aplikasi akan menyediakan fitur rujukan terpercaya kepada dokter di sekitar pengguna aplikasi berdasarkan GPS, termasuk informasi jarak, nama dokter dan keahliannya di bidang Demensia Alzheimer, serta nomor call center RS yang dapat dihubungi.
Fitur lain dari aplikasi E-MS yaitu menyajikan ragam informasi terpercaya mengenai Demensia Alzheimer dengan bahasa yang mudah dipahami masyarakat awam. Ada juga tips dan trik merawat Orang Dengan Demensia ( ODD ) secara efektif dan efisien.
Wah menarik banget ya aplikasi E-MS ini, dengan begitu kita jadi makin sadar dengan kesehatan otak, jika pun ada masalah, segera bisa dideteksi menggunakan aplikasi E-MS.
Pikun Itu Penyakit
Sesi berikut dari Webinar Kesehatan Festival Digital Bulan Alzheimer Sedunia tahun 2020 adalah sesi untuk umum dengan materi Obati Pikun dengan Mengenal Gejalanya yang diisi oleh dr. S.B. Rianawati, SpS (K) Pokdi Neurobehaviour Cabang Malang.
Kita sering ya mengistilahkan lupa dengan kata pikun, padahal lupa dan pikun itu berbeda.
Pikun adalah gangguan penurunan fungsi otak yang dapat mempengaruhi fungsi kognitif, emosi, daya ingat, perilaku dan kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Dalam dunia medis, pikun diistilahkan dengan Demensia.
Pada masyarakat, pikun dianggap hal normal, padalah berdasarkan data dari Alzheimer’s Disease International dan WHO, ada lebih 50 juta orang di dunia mengalami demensia dengan hampir 10 juta kasus baru setiap tahunnya, dan Demensia Alzheimer menyumbang 60-70% kasus, wow banget ya, duh!
Maka, sekarang hindari penggunaan kata ‘pikun’, jika memang tidak ada indikasi gejala pikun, sebaiknya gunakan kata ‘lupa’, jika kita hanya mengalami gangguan pemusatan perhatian sementara.
Kenali Gejala Pikun
Nah, agar tidak mudah melabel diri atau seseorang itu ‘pikun’, yuk kenali gejalanya:
Siapa yang Berisiko Terkena Alzheimer ?
Demensia Alzheimer tidak mengenal usia, kita yang muda dengan pola makan dan gaya hidup tidak sehat berisiko menderita Alzheimer lebih cepat.
Obat Pikun
Sekilas penyakit pikun dilihat dari gejalanya seolah gak berat tapi gak bisa juga diremehkan ya huhu.
Adapun tujuan mengobati pikun adalah :
Tata Laksana Obat Pikun
Dalam mengobati pikun, tidak serta merta langsung diberikan obat, tapi ada tata laksananya :
Yuk, Cegah Pikun Dengan Pola Makan dan Hidup Sehat
Pikun dapat dicegah sedini mungkin dengan :
- Menjaga kesehatan jantung
- Bergerak, berolahraga produktif
- Konsumsi sayur/buah ( gizi seimbang )
- Menstimulasi otak-fisik-mental-spiritual
- Bersosialisasi dan beraktivitas positif
Menjalani Demensia di Masa Pandemi Covid-19
Sesi terakhir dari Festival Digital Bulan Alzheimer Sedunia membahas mengenai Demensia Di Masa Pandemi Covid-19 yang dibawakan oleh Junita Maja Pertiwi dari Kelompok Neurobehaviour PERDOSSI.
Sesi Bu Junita ini melengkapi penjelasan dokter Rianawati sebelumnya.
Demensia mempunyai klasifikasi :
Dan aku baru tahu bahwa jenis Demensia itu banyak yah, secara pada masyarakat umum, aku hanya mengetahui Demensia dan Alzheimer dalam dua istilah berbeda, ternyata Alzheimer bagian dari Demensia itu sendiri ya.
Di masa pandemi Covid-19, hampir semua terdampak ya, termasuk dalam memperlakukan ODD atau Orang Dengan Demensia.
Dampak Pandemi Covid-19 pada ODD
Pasien ODD menjadi semakin sulit menjalani hari efek dari pandemi, sehingga dampaknya bisa dari eksternal dan internal :
Dampak Pandemi Covid-19 pada Caregivers
Gak hanya pada pasien ODD saja, efek pandemi pun turut dirasakan Caregivers atau perawat pasien ODD , seperti:
- Adaptasi
- Menjaga diri
- Menjaga kebersihan
- Menjaga jarak
- Menjaga hati
- Menghindari kelelahan
- Menghindari stress
- Menyadari Keadaan
Masalah tersebut juga dialami keluarga pasien ODD pastinya. Dalam kondisi seperti ini mau tidak mau adalah MEMAHAMI kondisi pasien ODD, yang waras mengalah, ujar Bu Junita.
Apa yang Harus Dilakukan Caregiver atau Keluarga Pasien ODD ?
Lakukan komunikasi gaya baru seperti dengan:
- Terapi musik, dengarkan music kesukaannya
- Bantu pasien temukan bakat tersembunyinnya
- Ingatkan lagi akan memori indah dan bahagia masa mudanya dulu
- Ajak ia bernyanyi lagu kesayangan
- Mengingatkan lagi akan seseorang di hatinya
- Memelihara binatang
Terimalah kenyataan baru, ketika :
Penyandang DA menjadi seseorang yang lain, maka buatlah situasi yang menunjang
Caregivers tidak dapat mengubah keadaan, maka nikmatilah keadaan dan tetap baik meski ODD tidak lagi mengenali kita, namun mereka masih mengerti kebaikan hati
Strategi dan Tips Hidup dengan ODD di Masa Pandemi Covid-19
Pandemi Covid-19 tidak ada yang tahu kapan akan berakhir, bahkan ada kemungkinan lifetime T_T, tentu situasi seperti ini hanya bisa kita kendalikan dengan lakukan protokol kesehatan dan punya strategi jitu, berikut tips :
Semoga artikel ini bermanfaat dan kita semakin memahami kondisi ODD khususnya yang lansia, 💗
Just Let Them Live in Peace.
hallo mbak, makasih buat artikel yang sangat menarik ini
ReplyDeleteKesehatan otak penting banget untuk saya.
Kalau saya memang pelupa jika urusan meletakan barang, makanya wajib harus meletakan di tempat yang sama. Begitu juga dengan urusan jalan atau arah. Tapi ini memang sedari kecil sudah seperti ini sih.
Sekarang udah ada aplikasi E-MS ya mba, semoga dapat membantu semua orang yang ingin mendeteksi baik diri nya sendiri maupun anggota keluarga lain nya.
ReplyDeleteJika sedari dini sudah mengetahui,tentu langkah selanjutnya bisa secepatnya di obati agar tak semakin parah, apalagi jika mengalami di usia masih terbilang produktif,sangat disayangkan.
Keturunan juga bisa ya Mba Zee.. huhuhuhu harus berusaha hidup sehat dan aktif terus nih biar kita jauh dari pikun alias Demensia Alzheimer.
ReplyDeleteKarena mbak bercerita tentang nenek, saya juga jadi ingat alm nenek saya. Dulu kalau saya berkunjung meski muka saya sudah di depan beliau tetap aja beliau nanya "ini siapa?" jadi saya harus menyebutkan nama saya dan nama mama saya. Maklum sudah pikun, anak nenek ada 9 dan cucunya puluhan. Dari artikel ini saya jadi tahu ternyata pikun nggak hanya menyerang lansia saja ya tapi juga karena penyakit tertentu dan pola hidup yang kurang sehat. Ini jadi reminder banget buat sya. Makasih ya mbak.
ReplyDeleteNgeri banget ya mba penyakit Alzheimer ini. Apalagi nggak mengenal usia. Tadinya aku pikir hanya nyerang lansia aja loh hiks ... Tapi syukurlah udah ada aplikasi E-MS yang ditujukan untuk membantu mendeteksi sejak dini penyakit ini. Semoga kita dijauhkan dari Alzheimer ini, dan penyakit-penyakit berat lainnya. Amin
ReplyDeleteternyata pelupa dan pikun beda ya. jadi kita harus menjaga kesehatan otak jg nih ya mbak biar ga pikun menyerang..
ReplyDeleteLengkap banget pembahasan mba, oh ya, benar banget lansia kalau tidak mandiri memang agak ribet ya, merepotkan anggota keluarga lainnya meskipun mereka melakukannya dg senang hati tapi pasti berpengaruh pada produktivitas mereka. Aku mau unduh aplikasi E-MS ini juga
ReplyDeleteBaru tahu kalau lupa dan pikun itu beda. kirain sama aja. hehe... btw lansia memang rentan pikun ya. dan parahnya bisa mengarah ke alzaimer. jadi ingat film korea yang mengisahkan gadis penderita alzaimer. masih muda loh. usia 20 an. tapi dia bisa lupa cara pipis sendiri dan lupa orang orang terdekatnya. sedih jadinya. gak kenal usia ya penyakit ini. tua muda juga bisa kena.
ReplyDeleteBeberapa waktu yang lalu saya membaca artikel sejenis tentang alzheimer ini. Saat itu saya segera mengubungi orangtua saya dan merekomendasikan aplikasi EMS untuk dicoba. ALhamdulillah, sekarang baik ortu maupun mertua sudah mengunduh aplikasinya dan mulai mencoba.
ReplyDeleteYes, ternyata emang menjaga fungsi saraf dengan pola hidup sehat, tetap aktif berinteraksi, aktif fisik maupun membaca. Aku juga jadi keingetan sama mbahku, Deket banget sama aku, cuma pas diakhir hidupnya emang pas lagi gak tinggal bareng, tapi Alhamdulillah gak pikun sampai akhirnya meninggal sekitar tahun 2013 an.. Semoga kita juga dianugerahi umur panjang seperti nenek kita ya, dan tetap sehat, aamiin
ReplyDeleteSaya tahu nama ilmiahnya penyakit pikun baru beberapa tahun ke belakangan, agaknya di beberapa tahun ini juga orang semakin aware dengan Alzheimer ya Mbak. Jadi mesti waspada karena penyakit pikun ini tidak mengenal usia
ReplyDeletePenting banget waspadai sejak dini ya segala gejala yang muncul. Memang gak asik kalo masih muda uda pikun gitu. Makin kesini memang harus terus aware nih biar gak telat ya,mbak.
ReplyDeleteYa ampun jadi membayangkan nek unyang. Di kampung saya juga ada nenek-nenek kayak gitu mbk. Dan suka keluyuran kemana-mana juga. Semoga aja saya yang pelupa ini nggak jadi pikun di usia tua nanti. Apalagi lupa sama anak cucu dan lupa diri...
ReplyDeleteArtiikel tentang pikun sangat lengkap. Saya jadi belajar banyak. Sebagai seorang pelupa akut, saya memang terbantu dengan tata laksana yang disebutkan di atas. meski saya tak pernh secara khusus memeriksakannya.
ReplyDeleteTampaknya saya perlu agendakan periksa, nih
Waktu ibuku beberapa kali suka lupa banget sama hal2 kecil yang baru saja dilakukan, aku jadi khawatir. Coba positif thinking mungkin beliau lagi ngga fokus biasanya begitu emang. Duh. Mudah-mudahan ngga ada apa2. Baca ini jd khawatir bangett
ReplyDeleteJd lebih hati2 lg nih kalau gunain kata lupa dan pikut, krn keduanya berbeda. Tp kita sendiri juga harus bener2 aware sama gejala2nya ya kak
ReplyDelete