Dua ujian yang paling sukar di
dalam hidup ini ialah: KESABARAN untuk menunggu waktu yang sesuai, dan
KEBERANIAN untuk menerima apa saja yang akan dihadapi (anonim)
Sahabat, sebuah
istilah untuk menyatakan status pertemanan tingkat tinggi, yang diukur dari
tingkat kedekatan, sudah sangat saling mengenal secara mendalam. Namun
bagaimana pula bila status ini kita sandingkan dengan yang namanya bencana,
adakah akan lekat bersahabat? Sementara seringnya bila bencana datang, hanya
kesedihan yang ia sisakan?
Saking
seringnya Indonesia dilanda bencana, Indonesia sampai dijuluki Negeri Seribu
Satu Bencana. Adalah sangat melelahkan fisik dan batin bila terus saling
menyalahkan terhadap siapa dan apa yang menyebabkan bencana, seperti seolah tak
ada pilihan, bersahabat menjadi satu-satunya pilihan, melawan pun bukan solusi,
ada yang kekuasaannya melebihi kita manusia yang hanya butiran debu ini di alam
semesta. Yang Maha Kuasa. Allah.
Untuk
menjadi sahabat bencana yang baik, mari berkenalan sejenak dengan istilah
bencana. Bencana, menurut UU No.244 tahun 2007, adalah peristiwa atau rangkaian
peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat
yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam, maupun faktor
manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan,
kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Lebih
lanjut tentang bencana, secara umum, bencana terbagi dua, yaitu bencana alam,
tentang bencana jenis ini tentu tidak bisa terlepas dari posisi geografis
Indonesia yang memang berada pada jalur ring
fire of pacific (cincin api pasifik), sebuah jalur yang terdapat 128 lebih pegunungan
api aktif dan itu membentang dari seluruh pulau besar di Indonesia, dan
mengalir sekitar 150 sungai, belum lagi Indonesia juga terletak pada pertemuan
3 lempeng, (lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia dan lempeng Pasifik) dari
pertemuan ini terdapat 13 wilayah di Indonesia yang berisiko terhadap gempa
tektonik dan tsunami.
Bencana
alam yang ada, belum lagi termasuk, bencana alam yang disebabkan tangan
manusia, seperti penebangan pohon di hutan sembarangan, pembakaran hutan dengan
sengaja oleh oknum tak bertanggungjawab demi proyek membuka lahan baru. Lalu,
bencana alam seperti angin puting beliung, banjir, juga kerap melanda
Indonesia, dan juga pemanasan global, Indonesia juga kena dampaknya, dilihat
mulai tidak teraturnya siklus antara musim hujan dan kemarau.
Untuk jenis
bencana alam saja di Indonesia sudah sangat banyak, belum lagi ditambah dengan bencana
sosial yang diidap Indonesia yang hingga kini masih menjadi PR pemerintah dan kita
semua, apalagi kalau bukan bencana kemiskinan, kelaparan, konflik antar suku
dan agama, bencana korupsi di pemerintahan, serta bencana sosial lainnya.
Sebagai
kalaedoskop dalam setengah tahun 2014 saja, Indonesia sudah kenyang dengan
dihadapkan berbagai bencana, baik alam
maupun sosial. Adapun flashback bencana
alam di awal tahun 2014, yakni bencana alam banjir yang melanda Jakarta dan
Manado, lalu gempa bumi di Kebumen, sesekali tercatat gempa dengan skala kecil
di Aceh, serta bencana alam meletus Gunung Sinabung dan Gunung Kelud.
Kehilangan nyawa dan kerugian materi sudah pasti ada.
Sedangkan
untuk bencana sosial yang terjadi di awal tahun 2014 juga tak kalah meriah
bahkan terkadang membuat nyesek di
dada, diantaranya: ditangkap sejumlah koruptor dan terkadang tertangkap kamera
wajah sumringah mereka seolah rasa bersalah itu telah mati, lalu aneka tindakan
anarkis yang terjadi baik itu di kalangan masyarakat bahkan pelajar, serta
sikap arogansi dan apatis masyarakat terhadap sekitar itu masih kental sekali,
ah entahlah Indonesiaku.
Meskipun
begitu mari pelan-pelan kita berbenah, segera sadar diri, seperti yang
disampaikan Ebiet G. Ada dalam syair lagunya, Berita Kepada Kawan:
Mungkin
Tuhan mulai bosan
Melihat tingkah kita
Yang selalu salah dan bangga
dengan dosa-dosa
Atau alam mulai enggan
Bersahabat dengan kita
Coba kita bertanya pada
Rumput yang bergoyang
Melihat tingkah kita
Yang selalu salah dan bangga
dengan dosa-dosa
Atau alam mulai enggan
Bersahabat dengan kita
Coba kita bertanya pada
Rumput yang bergoyang
Bagaimana
Cara Bersahabat dengan Bencana?
Dari awal tulisan ini pembaca terus disajikan
pertanyaan, ya, terkadang dengan pertanyaan, seseorang yang ditanya tersebut akan
lebih kontemplatif, sehingga setiap kita diminta untuk autokritik.
Bersebab rangkaian bencana yang
terjadi bukan karena Allah hendak menguji kepada satu manusia, tapi semua
makhluk ciptaanNya yang mendiami bumiNya.
“Apakah manusia itu mengira bahwa
mereka dibiarkan (saja) mengatakan : “Kami telah beriman’, sedang mereka tidak
diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum
mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan
sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta”. (QS. 29 : 2 – 3)”
Dan masih banyak sejuta hikmah yang
bisa kita ambil dari tanda atau pesan yang Allah sampaikan lewat bahasa
bencana, bisa jadi itu ujian, agar kita bisa naik ke tingkat kehidupan yang
lebih berkelas, atau bentuk rasa sayang Allah dan menjadikan bencana sebuah
alat untuk mengingatkan agar kita lebih peduli lagi dengan alam, lebih
bersyukur nikmat.
Berguru pada Warga Jepang dan Gaza
Adapun, bila kita dihadapkan pada
bencana alam, berbagai respon kita munculkan, dan itu spontan, mulai dari histeris,
menangis, terdiam, pingsan, panik serta emosi lainnya. Belum lagi media
khususnya televisi akan memasang musik latar, biasanya syair dari lagu Kabar
Kepada Kawan – Ebiet G. Ade, agar mendukung suasana semakin sedih dan galau,
ditambah lagi potongan-potongan gambar ekspresi korban bencana alam yang penuh
pilu dan tatapan kesedihan. Mungkin masih ingat peristiwa Tsunami tahun 2004
yang melanda Aceh, setiap hari tayangan menyayat hati wara-wiri di televisi, informasi
nomor rekening bantuan juga segera disebar. Itulah fenomena respon masyarakat
Indonesia pasca bencana.
Namun, berdasarkan pengalaman Euis
Fauziah di mailing list pembaca asma nadia
pada Kamis 17 Maret 2011 menuliskan bagaimana respon masyarakat Jepang pasca
bencana alam yang sudah seperti hal biasa saja bagi mereka.
Euis sempat mengira bahwa respon
warga Jepang akan seperti respon warga Indonesia, maka sesaat bencana terjadi, Euis
menyetel TV untuk menunggu musik latar ala Ebiet G Ade diputar, lalu cuplikan
gambar korban bencana, dan info rekening donasi, dan dugaan Euis tak satu pun
terbukti, di stasiun-stasiun TV Jepang, pasca bencana, jangan harap media elektronik
menyajikan perayaan kesedihan dengan memutar musik latar, diselingi video klip
para korban bencana bahkan info rekening donasi, yang disiarkan TV justru,
lanjut Euis dalam tulisannya:
1.
Peringatan pemerintah terhadap
rakyatnya untuk tetap waspada
2.
Pemerintah menghimbau seluruh
rakyatnya untuk bahu membahu hadapi bencana, termasuk permintaan untuk hemat
listrik.
3.
Pemerintah juga meminta maaf karena
akan dengan terpaksa melakukan pemadaman listrik terencana
4.
Media juga aktif menyampaikan tips
hadapi bencana alam dan menginformasikan nomor telepon call centre bencana alam yang bisa dihubungi dalam 24 jam
5.
Cepat dalam pengiriman tim SAR
menuju daerah bencana
6.
Mendokumentasikan warga dan
pemerintah yang bekerja sama menyelamatkan warga yang terkena bencana. Mereka
sangat sigap dan di Jepang, nyawa itu sangat bernilai.
7.
Pemerintah juga kerap mengobarkan
semangat kepada warganya dengan tenang dan tidak emosional: ‘Mari berjuang
bersama-sama menghadapi bencana, Mari kita hadapi’ ( istilah resmi yang dipakai
pemerintah dalam mengobarkan semangat warganya dengan kata ‘Norikoeru’ yang
bila diterjemahkan arti harfiahnya: menaiki dan melewati sepenuh hati) *wuidih
daleeemm*
Selain itu Euis masih dalam catatan
pengalamannya menuliskan bahwa potret para warga yang terkena bencana itu terus
saling menyemangati seperti ada yang cari istrinya dan belum ketemu,
ekspresinya galau maksimal, tapi tetap tenang dan tidak emosional, lalu
disemangati oleh seorang nenek yang berada di tempat pengungsian, ‘Gambatte sagasoo! kitto mitsukaru kara.
Akiramenai de’ (ayo kita berjuang cari istri kamu. Pasti ketemu. Jangan
menyerah!)
Subhanallah, seolah olah hanya kata SEMANGAT
yang mereka punya untuk tetap bertahan dan lanjutkan hidup pasca bencana dan
ditinggal oleh orang terkasih.
Lain di Jepang lain pula di Gaza.
Hampir sebulan Gaza digempur oleh Israel sepanjang Juli dan awal Agustus 2014. Dan
bencana di Gaza bukanlah bencana alam melainkan bencana kemanusiaan,
menyaksikan gambar hasil bidikan pahlawan informasi yang turun langsung ke
daerah konflik sangat mengiris hati. Hampir seluruh korban adalah anak-anak.
Dibalik bencana tersebut, pun warga
Gaza tetap optimis hadapi hidup. Mungkin kita tidak sanggup hidup di penjara
terbesar di dunia itu. Rasa aman mahal sekali disana.
Sepanjang yang kita saksikan di
media, yang ada di Palestina hanyalah kesedihan, namun, dalam buku Antologi yang berjudul Membalut Luka Gaza
‘Perjalanan Para Dokter dan Relawan untuk Mengembalikan Senyum Palestina’ pada
halaman 8 dibuka dengan terjemahan dari sambutan DR. Midhaad Abbas, Direktur
Jenderal Hubungan dan Kerja Sama Internasional Departemen Kesehatan Palestina.
‘Anda mungkin heran, mengapa kami masih bisa
tertawa dan merasa bahagia, mengapa kami masih terus menjalani hidup seperti
ini, tidak memilih untuk mengungsi? Karena dalam hidup ini hanya ada dua
pilihan bagi kami: hidup bahagia di dunia atau wafat dalam syahid untuk surga.
Kami menjadikan hidup ini sesederhana apa adanya’.
Selain mempersiapkan mental hadapi
sahabat kita ‘Bencana’, hal lain seperti informasi mengenai tanda-tanda bencana
ataupun cara menghadapinya juga harus kita tahu, data-data penting seperti
berkas, hendaknya di scan lalu di
email sehingga bila suatu saat kita tak sempat menyelamatkan berkas-berkas
tersebut, setidaknya bukti scan-nya tersimpan aman dalam email.
Sekali lagi, Yuk, saatnya kita
bersahabat dengan bencana.
Semoga bermanfaat, dan tulisan ini
saya tutup dengan kutipan dari sinetron Para Pencari Tuhan Jilid 8
Hidup ini apa sih? Kita hanya
hidup dari satu takdir ke takdir yang lain. Kita gak minta hidup ini, tapi
Allah yang berikan. Mbok ya dijalani sajalah, dengan menjalani perintahNya dan
menjauhi laranganNya
NB: Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Menulis Kebencanaan http://www.tdmrc.org/id/lomba-menulis-kebencanaan
Semoga menang ya mbak,
ReplyDeleteaamiin, makasih ya yoga ^_^
ReplyDeleteWow, selamat ya, jadi JUARA :)
ReplyDeletebukanbocahbiasa.wordpress.com
Alhamdulillah, terimakasih ya ^_^
ReplyDeleteJuara Harapan 1
ReplyDeleteAlhamdulillah ^_^
http://www.tdmrc.org/id/pengumuman-pemenang-lomba-blog-menulis-kebencanaan-2014.jsp