-->
Menu
/
orang gilalah yang meminjamkan buku pada orang lain tetapi lebih gila lagi orang yang pinjam itu mengembalikan buku kepada orang yang punya
-
ini kata orang bijak ya bukan orang gila-

atau

Ketika kita meminjamkan buku ke seorang kawan, maka kita akan kehilangan buku. Dan, ketika Anda meminjamkan buku kepada musuh, maka kita akan datang kawan.

nah lo, kucing aja suka baca, masak mau kalah sama kucing seh #nyakar2 buku =D


Aku sudah lama mendengarkan quote-quote ini, dan you know what dalam beberapa bulan terakhir aku bahkan mendengarkannya dua kali. Mendengarkan quote ini apalagi dari orang-orang yang kusegani dan nasihatnya patut didengar, serasa seperti mendapat gelegar petir di siang hari bolong, tapi lima menit kemudian daku lupa dengan nasihat ini dan mulai bergerilya untuk mencari buku asyik yang layak dipinjam. Karena apalah daya isi dompet tak sam[ai membeli buku yang kusukai dan rata-rata mereka mahal pula.

Namun, nasihat ini begitu amat sangat kupahami.

Begini ceritanya…

Desember tahun lalu (2010) , (kamera mulai menampilkan gambar flashback –halaaah :D), saat itu lagi sibuk gila mempersiapkan acara Pekan Jurnalistik Kampus bersama anak-anak LPM Dinamika IAIN SU, eh datanglah sesosok, sebayangan, sekelebatan (jangan mubazir dooonngg!), ya lah lebih tepatnya sesosok pria, tinggi, rambut cepak, kulit sawo matang dan menenteng helm serta tubuh berbalut jaket. Dia datang padaku dengan wajah innocent-nya.

“Dek, adek ya yang punya buku bang Alay (nama pengarang disamarkan)?”
“Iya, kenapa bang?”
“Gini, abang mau pinjam bukumu,soalnya ada teman abang yang abang janjikan buku ini, boleh abang pinjam?” Abang udah mesan sama bang Alay, tapi waktu tu dia masih di Mekkah, dah gitu dia gak tau apakah buku itu masih ada sisa atau gak”.
“Oh ya udah”
“Beneran nih dek”
“Iya tapi jangan lupa ya bukuku dibalikin”
“Iya”
“tapi bukuku sama rahmah, minta ja ma dia”
“Oh, rahma, ada nomor telpon Rahma”
Bla…bla…singkat cerita dia mendapatkan buku itu.

Sehari…dua hari…tiga hari...seminggu…dua minggu, lah buku ku kok gak balik-balik?, hadeuuhhh, malah lupa pula minta no hp abang tu. Tapi ntar lah ku minta no hp sama junioran-nya di fakultas.
“Bang, ehm…bukuku dah selesai?” (pertama nada smsku masih lemah lembut gemulai)
“Udah, kemaren udah abang kasih ke Fauzi”
Lalu aku sms Fauzi
“Zi, ada Bang Toyib (nama samaran ) ngasih buku ke Fauzi?”
“Gak ada kk, kemren ntu mungkin anak buahnya yang ngasi buku tu, coba tanya orang sekret”
Oh mungkin sama Rahma dikasihkannya buku tu, pikirku. Kudatangi Rahma yang sedang mengetik berita.
“Rahma, ada anak buah Bang Thoyib ngasih buku ke Rahma?
“ada kak, ini dia bukunya”, sambil menyodorkan buku berwarna hitam dominan ada juga warna merah sedikit, ukuran bukunya seukuran kantong, buku pocket.
Lah, sejak kapan buku yang kupinjamkan berubah bentuk, perasaan ini bukan buku yang pertama kali ku kasih pinjam lah. Emang penulisnya bang Alay juga tapi sekali lagi ini bukan bukuku.
“Tapi ini buku yang dikasih temannya Bang Toyib ke Rahma, mb. Rahmah pun bingung kenapa buku ini yang dikasih”.
Langsunglah, rasanya darah ini mengalir deras seolah-olah mereka dikomandokan untuk segera mengalir ke otak, menggelegak, wajahku merah padam, reflek urat-urat wajahku bersepakat untuk mengkerut dan membentuk wajah manyun. Rusak sudah hariku. Ku ambil hp dengan kasar ku cari nomor hp bang Thoyib. (adegannya lagi marah nih :D)

Isi percakapan ku adalah bahwa aku minta balik bukuku segera. Tapi bang Thoyib berkilah katanya dia belum ketemu dengan bang Alay. Ku tanyakan padanya apa hubungannya dengan Bang Alay?, dia terdiam beberapa saat. Lalu dia mengalihkan pembicaraan dengan mengatakan bahwa dia sedang di luar kota dan sedang dalam perjalanan menuju Medan, ia berjanji sesampainya di Medan dia akan mengembalikan bukuku.

“Iya bang pokoknya aku gak mau tau, aku mau bukuku yang lama wajib balik”, dengan nada tinggi. Langsung ku tutup teleponku. Kesal.

Beberapa hari berlalu sejak kekesalan itu. Teman-temanku pada kena imbasnya.

“Baru kali ini, aku liat mb zee marah” curhat si Omi

Hehehe masak sih Omi…eh, adegannya masih marah, jangan cengengesan gitu dong!, apa kata sutrah darah nanti ^_^

Sebenarnya aku sudah ada firasat buruk tentang keadaan buku ku itu. (Saking cintanya ma buku, sampe ada ikatan batin antara aku dan buku). Pikiran terburukku adalah bukuku itu bakal gak balik buat selamanya.

Malam Sabtu adalah malam kelabu buatku. Ketidaktenangan aku akan bukuku itu membuatku mendesak bang Thoyib untuk meminta kejelasan. Aku pun sms-an dengan bang Thoyib.

Kau tahu kenapa aku yakin banget bukuku gak balik adalah bunyi sms balasan dari bang Thoyib…”Tadi waktu solat jum’at abang jumpa sama bang Alay katanya dia mo ngasih bukunya, jadi boleh minta waktu 3 hari?”

Aku terdiam sesaat. Betulkan firasatku. Lalu sms berlanjut, aku tetap berkeras mau bukuku itu balik, gimana pun caranya. Eh si bang Thoyib malah nanggepinnya begini “Aduh…tp yang itu dah abang kasih ke tmn abang itu dek, gmn tu? =(  Jangan marah ya, plizz…tp wktu tu kata nurul boleh tp wajib d ganti”.

MasyaAllah, aku stress luarbiasa, nangis sejadi-jadinya…whoaaaa…aku ditipu…pembaca baca sendirikan di awal si Thoyib gunakan kata kerja PINJAM bukan MINTA.

Terang saja, dengan penuh blak-blakan biar orang ni sadar n gak ada lagi korban yang berjatuhan, langsung ja kubilang bahwa bang thoyib udah menipu, semoga tidak ada korban lagi selain aku, asal abang Thoyib tau ya buku itu sangat berharga banget buat aku, buku itu kubeli susah payah, mana ada tanda tangan bang Alay pula lagi dah gitu buku itu yang ngajarin aku gimana nerbitkan tulisan di Koran dan tulisanku terbit di Koran untuk pertama kali gara-gara belajar dari buku dan pemahaman yang diberikan Allah hingga aku bisa memahamkan dan mempraktekkan isi buku itu. Banyak deh kenangan buku itu. Aku gak mau tau gimana pun caranya buku itu balik. Lalu Bang Thoyib bilang bahwa buku itu gak mungkin balik karena udah sama kawannya yang ada di Lampung. Innalillaaahhh…Aku nangis lagi, ish,,,kesal banget gak sih ketika orang yang kau percaya menipumu mentah-mentah. Kenapa tidak mungkin tanyaku?, gini ja, aku katakan padanya, abang suruh kawan abang tu kirimkan bukuku via pos dan abang nanti kirimkan buku yang baru abang beli dari bang Alay kepada teman abang yang di Lampung itu. Namun, saudara-saudara apa tanggapannya…eh dia balas smsku dengan “heheheheheh…macam betol aja”. Andai pembaca tau, aku dah geram sangat, kalaulah si Bang Thoyib itu samsak yang ada di ring tinju, udah ku pukul-pukul dia sampai puas. Sakit hati.

Lelah juga ngomong sama orang waras yang pinjam buku tapi tidak mengembalikan buku yang dia pinjam ke pemiliknya. Ku katakan padanya si Thoyib abal-abal itu, kau balikin buku ku tapi untuk sesaat dan untuk waktu yang tidak ditentukan mohon jangan memperlihatkan wajahmu padaku. Forgiven but not forgotten…kumaafkan tapi mungkin tidak akan kulupakan.

Jadi, wahai anak muda, berikut pelajaran yang bisa kau ambil dari kisahku (alamaakkk, berasa orang tua yang ada di bungkus wafer kesukaan aku itu loh :D).

  1. Kata orang bijak yang di atas tadi ada benarnya. Aku jadi berusaha untuk tidak meminjam buku dan gak mau jadi orang gila :D, tapi kalau gak tahan, aku akan meminjam juga dengan syarat aku gak mau jadi the next bang Thoyib versi yang aku ceritakan di atas.
  2. Kalaupun mau ngasih pinjam buku ke orang lain karena gak tega liat wajah innocent-nya. Caranya: pastikan orang yang kamu pinjamkan buku itu adalah orang yang kamu kenal luar dalam, lalu buat ijab Kabul begini bunyinya…”Saya pinjamkan buku ini kepada kamu, selama 5 hari dan harap kembalikan tepat waktu”, lalu yang pinjam menjawab “Saya terima pinjaman kamu selama 5 hari dan akan saya kembalikan tepat waktu”, nah loh, dengan begitu si peminjam serasa diikat sama sumpah heheheh (segitunya). Nah, jangan lupa catat siapa yang pinjam buku kamu, dan tanggal pengembaliannya.
  3. Aku belajar ikhlas dari kejadian ini. Ikhlas itu tidak nampak, halus banget tapi jika dipraktekkan bisa sangat mempengaruhi diriku. Aku juga belajar memaafkan tapi untuk melupakan hal itu…time will heal everything.
  4. Pesanku terakhir, jangan mau deh jadi Bang Thoyib seperti yang aku ceritakan, kalau ada yang terlanjur jadi Bang Thoyib segera tobat deh, dah gitu bedakan ya antara kata PINJAM dan MINTA. Pinjam pulpennya dong? (lah, emang kapan sampeyan mau balikin tintanya :D, yang benar adalah pinjam pulpennya minta tintanya :D)
  5. Untuk menuliskan pengalaman ini sebenarnya membuka luka lagi, tapi setidaknya aku sudah menuliskannya dengan begitu aku bisa sedikit lebih baik dan mempercepat kesembuhan lukaku :D.
  6. The last, sebagai peminjam buku yang baik budi, *aseeekkk* ada baiknya setelah minjam buku, bukunya disampul, jadi deh hati yang punya buku girang, nah besok-besok dia bakal pinjamkan buku terus ke kita, intinya sih dianya malah nyampul hahahah, tapi gak apa-apa namanya juga usaha ya kan =). Asyiknya lagi, tuh buku abis kita baca n resapi, trus kita resensi deh, kirim ke media, eh terbit di koran, *plus-plus bonusnya =D
  7. Kumpulkan uang dong, masak mau sampe tua minjem melulu, hehehei, kalo aku sih nunggu sampe toko buku ngadain diskon gede2an dan dimana ada diskon buku disanalah aku berada. Hihihihihi
Jadi, sebenarnya gak ada yang gak mungkin kalo untuk jadi cerdas dan buat otak kita ni berfungsi, ya kan ^_*

Sekian ceritaku, semoga bermanfaat.

Salam dari seorang yang gila pinjam buku dan baca buku!

*Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Blog yakni rangkaian lomba dari Festival Membaca dan Menulis 2012, Milad FLP ke-15

Terimakasih sudah membaca postingan di nufazee.com semoga bermanfaat. Mohon jangan masukkan link hidup saat mengisi kolom komentar. ^^ Biar gak capek kali ngapus broken link, ini kenapa jadi curhat haha

Powered by Blogger.