Pemandangan Unik
Ada pemandangan yang unik setiap sore di sepanjang jalan yang sering saya lewati sepulang mengajar mengaji yakni melihat sekelompok anak—mungkin sekitar tiga atau lima orang yang ramai-ramai berlari mengejar layang-layang putus. Satu hal unik dari yang terunik lainnya yang hanya terjadi di Indonesia tercinta ini selain istilah tarik tiga saat mengendarai sepeda motor, mudik ke kampung halaman saat lebaran, naik odong-odong dan lain sebagainya.
Kadang saya suka tak habis pikir. Apa asyiknya mengejar layang-layang putus?. Padahal harga layang-layang tak begitu mahalnya—istilahnya tak samapi jual tanah, untuk ukuran sekarang mungkin harganya sekitar lima ratus perak sampai seribu perak, tidak sebandingnya dengan capeknya berlari hingga kiloan meter, belum lagi buat beli plester untuk mengobati kaki yang lecet dan berdarah akibat terantuk batu.
Bahkan layang-layang putus yang tak seberapa itu dikejar mati-matian, berlari di jalan tanah dan aspal dengan suara kaki bergemuruh, masuk gang keluar gang, meloncat pariit, memanjati pagar rumah dan sekolah. Tak peduli kendaraan yang bersileweran di kiri dan kanan yang bisa saja membahayakan diri karena mata ini terus menatap ke langit memantau posisi jatuh layang-layang, tidak sempat untuk melihat apapun yang ada di depan. Yang menghalangi rute perngejaran, semua di terobos. Sehingga sudah kejadian di Jawa ada anak yang gara-gara mengejar layang-layang tewas tertabrak mobil.
Sang Pemburu Layang-layang
Saya hampir berhasil mewawancarai seorang anak yang sudah menggantung tiga layang-layang berwarna emas di punggungnya, saya pikir dialah jawaranya tapi setelah saya mendekat padanya. Eh, si adik keburu mengejar layang-layang lagi. Aduh, capek deh.
Rasa penasaran saya tak terbendung lagi akhirnya saya mencari jawaban rasa penasaran saya dengan membuka blog orang yang punya pengalaman pernah mengejar layang-layang pada jaman dulu.
Sebagian para blogger sekaligus mantan pemburu layang-layang itu menuliskan pada blognya bahwa alasan kenapa begitu senang ikut mengejar layang-layang waktu itu adalah karena ramainya para pemburu dan serunya itu bahkan para bapak-bapak pun tak mau kalah ikut juga berpartisipasi mengejar layang-layang sampai rela di omelin isteri.
Selain itu gara-gara mengejar layang-layang, tak jarang kita jadi punya banyak teman sesama pemburu layang-layang dan melatih bakat lari yang selama ini terpendam.
Istilah Dalam Bermain Layang-layang
Ternyata bukan dalam pelajaran ekonomi, biologi, dan mata pelajaran lainnya yang punya istilah-istilah rumit sesuai bidangnya.
Tapi dalam dunia perlayang-layangan pun juga tercipta istilah-istilah unik bahkan tidak tercetak pada kamus bahasa indonesia penerbit manapun.
Dalam blognya Bill Antoro menuliskan bahwa, “ Aku tak tahu apakah ini istilah umum, namun inilah istilah yang kudapat dari pergaulan dengan teman-temanku yang bersuku Betawi dulu”.
Gelasan, benang tajam untuk aduan. Lasnur, benang dari tali pancing yang dilumuri bahan pembuat gelasan sehingga tajam. Kenur, benang standar yang tidak tajam. Talikama, ungkapan untuk benang yang mengait pada dua bagian rangka bambu di atas dan bawah layang-layang. Manteng, posisi stabil layang-layang. Singit, layang-layang tidak stabil saat mengudara. Pongkol, menjatuhkan layang-layang ke benang dekat tangan lawan. Dol, ‘mencuri’ benang lawan yang kalah adu. Ngimpul, layang-layang putus terbang jauh tinggi. Ngentip, layang-layang terbang tinggi kadang sulit terlihat. Tarik-tarikan, kondisi di mana dua layang-layang bertemu dan gesekan benang di antara keduanya tak menyebabkan salah satunya putus.
Tradisi Yang Mulai Langka
Walaupun tradisi bermain dan mengejar layang-layang di perkotaan tak semeriah di pedesaan dan bahkan mulai langka, akibat terbatasnya ruang bermain anak-anak yang ada di perkotaan bahkan sudah dikalahkan dengan permainan yang berteknologi seperti Playstation, Game on Line, dan lain sebagainya.
Namun, satu pelajaran yang dapat kuambil dari kondisi anak-anak Indonesia bahwa ditengah gempuran zaman, kesulitan diberbagai bidang khususnya ekonomi, ‘Sungguh beruntung manusia yang dapat mengail kesenangan dalam kondisi apapun dari hal-hal kecil yang sederhana”.
Mudahan-mudahan saja tradisi ini tidak benar-benar hilang tergerus zaman, karena inilah yang akan kita rindukan dan akan menjadi bahan kenangan, bahan cerita untuk anak cucu kita kelak. Tidak hanya untuk permainan layang-layang dan mengejar layang-layang putus, tapi juga untuk permainan rakyat lainnya, semoga tetap eksis dan anak-anak Indonesia bangga memainkannya.
Terimakasih sudah membaca postingan di nufazee.com semoga bermanfaat. Mohon jangan masukkan link hidup saat mengisi kolom komentar. ^^ Biar gak capek kali ngapus broken link, ini kenapa jadi curhat haha