Judul : Sang Pemusar Gelombang
Penulis : M.Irfan Hidayatullah
Penerbit : Salamadani
Cetakan : I, Juli 2012
Halaman :500 Halaman
Ketika Imam Syaikh Hasan Al Banna Hidup (Lagi)
Oleh: Nurul Fauziah
Fitrahnya,
masa muda adalah masa-masa optimal, dimasa itulah terjadi proses kematangan
jasmani, perasaan dan akalnya. Saking masih fresh-nya
wajar sekali jika seorang pemuda memiliki kepekaan yang tinggi terhadap
lingkungan. Pemikiran kritisnya sangat didambakan umat.
Adalah
M. Irfan Hidayatullah, dosen Sastra Indonesia di Universitas Padjajaran, dan
juga penulis yang pernah memegang amanah sebagai ketua umum sebuah komunitas penulis
terbesar di Indonesia, Forum Lingkar Pena, eksis kembali dengan karya
monumentalnya di tahun 2012 ini berjudul Sang Pemusar Gelombang.
Novel
ini mencoba mengangkat dunia generasi muda dengan segala polemiknya. Randy,
sang mahasiswa Fakultas Hukum, dari keluarga kaya raya nan moderat, pelan
menjadi aktivis dakwah kampus yang militant, lalu seorang Superstar, Cikal,
ujung tombak dari grup band The Soul mendadak mundur dari posisi vokalis
ditengah-tengah puncak karir yang menanjak, Cikal merasa jiwanya kosong apalagi
sejak dihantui sms bernada sarkastis dari gadis yang ia namai Najwa, kemudian
ada Hasan, pelanggan setia Sam & Jack Café yang juga mahasiswa nyantai namun fans berat dengan rakyat kecil yang tertindas serta memiliki
pemikiran radikal.
Dinamika
hidup ketiga pemuda dan seorang pemudi serta perjalanan pemikiran merekalah
yang pada akhirnya menjadi pencerahan buat mereka bahkan mempersatukan mereka,
terutama dipertemukan oleh takdir dalam sebuah aksi bertajuk, aksi Zaitun, aksi
membela Palestina.
sumber gbr: http://bit.ly/ILrnZ2 |
Untuk
pertama kalinya pesona kepribadian pemuda Hasan Al Banna hidup kembali dalam novel
ini dengan begitu semua mata terbuka bahwa kondisi pemuda hari ini miskin teladan
terhadap tokoh perubahan, seperti Imam Syahid Hasan Al Banna.
Siapa yang tak kenal Imam Syahid Hasan Al Banna? Ia adalah seorang tokoh pendiri pergerakan Islam Mesir Ikhwanul Muslimin sebuah organisasi yang aktivitasnya berfokus pada amal saleh. Penjelasan lebih gamblangnya silahkan baca novel yang mengemas secuil biografi dan pemikiran Hasan Al Banna.
Menanggapi isu pemuda kita yang miskin respon dan teladan tokoh perubahan, maka mengutip penjelasan Masyhuri
NIQ, ia membagi empat kelompok pemuda
berdasarkan pemahaman dan kecenderungan mereka secara umum jika diperhatikan
dari apa yang terjadi di kampus-kampus di negeri ini.
Kelompok pertama, adalah mereka yang merasa
tidak puas dengan kondisi sekarang, lalu melakukan berbagai perubahan. Mereka melihat bahwa sistem kehidupan yang berlaku
sekarang hanya melahirkan penderitaan dan kesengsaraan yang berkepanjangan.
Kelompok kedua adalah mereka yang cuek
terhadap kondisi kehidupan masyarakat. Yakni, mereka yang tidak peduli dengan
penderitaan dan kesengsaraan masyarakat.
Kelompok ketiga adalah mereka yang
‘terbius’ sehingga terjerat dan terjerumus dalam bejatnya sistem kehidupan masa
kini. Sistem kapitalis yang mengagung-agungkan materi,
telah mencabut nilai-nilai kehidupan lainnya ( akhlaq,
kemanusiaan, dan kerohanian (agama)). Korban-korban sistem ini sudah cukup
bergelimpangan.
Kelompok keempat adalah kelompok
pemuda-mahasiswa yang peduli lingkungan dan sadar akan kerusakan dan kebrobokan
sistem yang ada akibat tidak diberlakukannya aturan Islam dalam realitas
kehidupan. Dengan pemahaman
terhadap kenyataan seperti itu, disertai pendalaman terhadap tsaqofah Islam,
mereka melakukan perjuangan dakwah, menyeru umat untuk kembali kepada Islam.
Pemuda
kita hari ini, di kelompok yang mana ya? Jangan sampai Imam Syeikh Hasan Al
Banna harus bangkit dari kubur untuk memperbaiki kualitas pemuda kita.
Sang
Pemusar Gelombang, sebuah novel rasa dakwah namun tak seperti mendakwahi,
justru mengajak pembaca berpikir dan perlahan menjadi mengerti. Ditulis dengan gaya bahasa yang mengalir dan kisah hidup tokohnya dekat banget dengan realita kondisi pemuda kita.
Buat yang segan membaca buku memoar Hasan Al Banna versi aslinya, dan terjemahan pula, maka novel ini alternatif dari pengganti buku memoar yang asli dan menjelaskan siapa Hasan Al Banna sebenarnya (hal 67-75). Kemudian, pada beberapa paragrap narasi, penulis menyelipkan kata Bahasa Indonesia yang jarang digunakan, seperti repih (hal.109), kolofon(hal. 171), berbaur bancuh (hal.115), cukup menambah kosakata baru nih. Terlepas dari semua itu, yang jelas Sang Pemusar Gelombang is a must read novel. Layak dibaca
siapa saja baik yang pemuda, berjiwa pemuda dan peduli pada pemuda.
Sebuah penutup berupa
syair yang menohok dari pujangga Mesir ternama, Syauqi Bek, bahwa “Sungguh hanya di tangan pemudalah
terletak kejayaan ummat, dan dalam derap langkah merekalah hidup matinya suatu
bangsa.” Selamat Membaca!
#Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba Resensi Novel Sang Pemusar Gelombang
Terimakasih sudah membaca postingan di nufazee.com semoga bermanfaat. Mohon jangan masukkan link hidup saat mengisi kolom komentar. ^^ Biar gak capek kali ngapus broken link, ini kenapa jadi curhat haha