Sebentar ya,
mengawali tulisan ini daku mau teriak dulu, ehm…ehm..tes…Seharusnyaaaaa yang
jadi pemeran Sarah atau Nisa ituuuuuuuu AKUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUU…U…U…U…U
#obsesi artis yang blm kesampaian hihihi.
Jika
kamu seorang zee reader sejati, tentu sudah baca tulisanku sebelumnya yang
berjudul CASTING HAHAHA. Nah, kemaren premiere film N5M, langsung dah kebelet
nonton, penasaran sama pemeran hasil open
casting yang tempo hari. =D
Sebelum
nonton, pastikan jangan ada pemikiran bahwa film yang diadaptasi dari novel
wajib semua adegan di novel numplek di film *jiaaahhh, mana bisaaa???, lo mau
nonton novel apa baca film seehhh??? Heheheh*.
Oke,
Negeri 5 Menara The Movie, berkisah tentang seorang Alif Fikri (Gazza Zubizareta
) yang baru tamat Tsanawiyah diminta orangtuanya melanjutkan studi ke pesantren
Pondok Madani yang ada di Ponorogo, Jawa Timur. Sebenarnya permintaan
bersekolah ke pesantren adalah permintaan amaknya Alif. Amak merasa umat saat
ini membutuhkan manusia yang berpendidikan umum sekaligus tak jua melupakan
agamanya, begitulah kira-kira impian terbesar amak. Ayah Alif pun mendukungnya.
Suatu subuh disela-sela Alif yang masih merajuk tentang keinginan sekolah di
Bandungnya terancam gara-gara keinginan Amak yang ingin Alif ke Pesantren, Ayah
mengajak Alif ke Pasar menjual kerbau. Di pasar, Alif terheran-heran melihat
transaksi jual beli kerbau yang memasukkan tangan pembeli dan penjual ke dalam
sarung. Lalu masuklah pesan filosofisnya…ini ni yang daku suka, selepas menjual
kerbau, Alif dan Ayah berehat di tepi pantai, terjadilah dialog,
‘Manga
ko ayah manjual kabau, jo apo ayah mambajak sawah beko?’ hahaha kurang lebih begitulah isi dari
pertanyaan Alif ke Ayahnya. Kemudian Ayahnya menjawab bahwa, kerbau itu dijual
untuk biaya sekolah Alif ke Jawa, lalu ayah mempertanyakan kembali ke Alif
tentang penolakannya terhadap permintaan Amak,
‘Apo
pernah amak maminta ka Alif sesuatu yang begitu diinginkannya ka Alif?,
pernah?’, ditanya begitu Alif tergugu. Ayah melanjutkan, nah Nak, Hidup itu
samo jo ayah manjual kabau tu, dijabat dan dijalani dahulu baru kita tahu.
Intinya, apapun yang tak kita suka, namun menurut pandangan orang baik, apalagi
orangtua kita, jalani saja dulu, jika tak jua, berbalik arahlah *ini sih makna
yang aku dapat tangkap ya, dari kasus Alif*. Ditambah lagi, mungkin Alif takut dikutuk jadi anak durhaka, dan memilih untuk menjalani permintaan Amaknya. ^^
Akhirnya,
Alif pun pergi ke Pondok Madani mengendarai bus 3 hari 3 malam bersama ayahnya,
singkat cerita Alif pun lulus, kemudian bertemu dengan teman-teman sekamar dan
makin akrab setelah dipersatukan oleh hukuman jewer berantai, mereka adalah
Raja (Jiofani Andre Lubis) dari Medan, Said ( Ernestsan G Samudera) dari Surabaya, Dulmajid (Baharis Adnanda
Putra) dari Sumenep, Atang ( Rizki Ramdani) dari Bandung dan Baso (Billy Sandi)
dari Gowa. Sampai disini…tonton sendiri yaaaa…gak seru kalo daku certain
semuanya hihihihi.
Aku
dan N5W The Movie
Film
yang diangkat dari novel-novel yang kata Sidik Nugroho dalam kritikannya di
Kompas (Minggu, 26/02) menyebut sastra motivasi sedang melanda perbukuan
Indonesia, dan bahkan menurutku sedang merambah ke dunia perfilman, beberapa
novel sedang dipersiapkan untuk di filmkan seperti Novel 9 Summers 10
Autumns-nya Iwan Setyawan, dll.
Negeri
5 Menara The Movie adalah film yang diangkat dari novel karya A. Fuadi berjudul
Negeri 5 Menara, diproduksi oleh Kompas Gramedia, disutradarai oleh Affandi
Abdul Rachman, dengan susunan tim kerja syarat pengalaman, seperti Eros Eflin,
Roy Rolang, serta Citra Subiyakto.Dibintangi oleh banyak pemain muda nan baru
di ranah perfilman dan diambil dari beberapa open casting yang dilakukakn di
beberapa kota besar di Indonesia salahsatunya di Medan, dan aku termasuk
peserta open casting yang belum lulus hihihihi.
Menonton
N5M ini aku exciting banget, karena
gerah dengan film Indonesia yang ntah hapa hapa kalau orang Medan bilang. Mulai
dari awal film kita disuguhkan setting pemandangan Danau Maninjau dan
Bukittinggi, wuaaahh, jadi pengen ke sumbar
T_T *padahal November lalu baru dari sana hehehe*, lalu dari segi
dialog, mungkin sutradara dan seluruh awak pembuat film ini belajar dari film Di Bawah Lindungan Ka’bah
yang juga bersetting daerah Sumbar, namun tak sedikitpun memakai bahasa Padang.
Penonton serasa di Padang betul saat mendengar dialog amak (Lulu Tobing), Ayah
(David Chalik), serta Alif di awal film, asyik aja gitu dengarnya, tentu bagi penonton
yang tidak mengerti, ada translate
nya, jadi tenang aja, hehehe.
Yup,
sekarang kita menilik ke pemainnya, huwaaa…si Alif mah ganteng euy, pinter nih
tim pencari bakatnya meng-hunting
pemain utama, *hush…dah tua, meliriknya
yang brondong hihihi #tutup muka pake panic*, kalo aku pandang2, si Gazza mirip
Daniel Radcliffe, pemeran Harry Potter. Cuma agak surprise dengan pemilihan tokoh Randai yang diperankan Sakurta
Ginting, jauh dari kesan yang digambarkan di novel, tapi ya itu tadi novel ya
novel, film ya film, ah tetep gak setuju aja =D. Kemudian pemain baru hasil
dari open casting, okelah, apresiasi
dengan tim open cast, pasti gak mudah
mencari pemain baru dengan bakat alami, seperti bakat acting serta camera face *mungkin aku kurang camera face kali ya, #berkaca sambil
membandingkan wajahku dengan kamera, hihihihi.
Amak yang diperankan Lulu Tobing, wew,
apa gak ada lagi artis yang asli minang? Tapi, apresiasi lagi buat Mbak Lulu yg
sudah bekerja keras untuk menampilkan dialek Minang walau terkadang dialek
bataknya sedikit kedengaran heheheh *wajarlah ya ^^
Tentang
adegan, seperti yang daku sampaikan di awal, gak semua adegan di novel di
gambarkan di film, ada beberapa yang beda, seperti adegan Shahibul Menara minta
izin keluar asrama, kalau di film alasannya mereka hendak membeli es untuk
pementasan drama, sedangkan di novel, alasan mereka keluar bukan untuk itu,
karena dah lama baca novelnya jadi rada lupa, yang jelas mereka keluar asrama
bukan untuk membeli es, namun berpetualang karena ingin melihat suasana dunia
luar asrama.
Adegan yang aku
suka pas Ust. Salman (Doni Alamsyah) ujug2 masuk kelas sambil bawa pedang
berkarat dan membawa batang kayu. Adegan ini jika dikaitkan dengan strategi
mengajar di kelas, berhubung aku adalah berkuliah di jurusan pendidikan,
beginilah seharusnya strategi mengajar yang tidak hanya ceramah dan CBSA catat
buku sampai abis. Siapa murid yang gak terpelongoh, guru masuk kelas sambil
bawa pedang berkarat dan sebatang kayu, hihihi. Adegan ini membuatku kembali
ter’wow’, setelah Ust. Salman berhasil membuat batang kayu itu terbelah setelah
beberapa kali dipacungkan ke kayu bersebab pedangnya berkarat, Ustadz pun
berkeringatan dan ngos-ngosan dibuatnya. Lalu penonton segera terhipnotis
dengan cakap ustadz, yang intinya, bukan yang paling tajam tapi yang paling
sungguh-sungguh, MAN JADDA WA JADA *merinding aku woi di adegan ini, mau luruh
air mata ini T_T*.
Pesan lain yang ingin disampaikan film ini selain MAN JADDA WA JADA adalah, kalo punya mimpi itu jangan nanggung-nanggung, tinggi sekalian, kalo bukan kita yang membela impian kita mati-matian, lalu siapa lagi? heuheuheu...
Keknya para guru
wajib nonton N5M deh, ada juga adegan Kiai Rais, saat Genset di asrama
bermasalah, dan Atang dkk berniat protes ke Kiai, eh Kiai bukan ngasih solusi,
malah meminta Atang mencarikan solusinya karena kalo orang protes tentu punya
solusi, begitu kata Kiai Rais, namun dalam menemukan solusi, Kiai tetap
membimbing santrinya tidak hanya melepas tanggungjawab begitu saja.
Trus, apalagi
yah…wah…pokoknya nonton sendiri deh. Ya ya ya =). Humornya dapat, panorama
Danau Maninjau, Bukit tinggi, serta Ponorogo Jawa Timur, keren. Lalu, salut
buat sutradara yang berusaha menampilkan setting tahun 80-an, kesan jadulnya
juga dapat, mantap dah ^^. Belum nonton, mah rugi banget euy, selepas nonton,
jadi makin semangat mengejar mimpi dan nyelesein kuliah disela2 badai menerpa.
Happy Watching yo, moviefreak!
Terimakasih sudah membaca postingan di nufazee.com semoga bermanfaat. Mohon jangan masukkan link hidup saat mengisi kolom komentar. ^^ Biar gak capek kali ngapus broken link, ini kenapa jadi curhat haha