Oleh : Nurul Fauziah
“Terkadang dalam kehidupan kita (sebagai orangtua khususnya ibu) harus meneguk bercangkir-cangkir racun demi kebahagiaan anak-anak kita”. (anonym).”
Catatan Kebencian
“Terkadang dalam kehidupan kita (sebagai orangtua khususnya ibu) harus meneguk bercangkir-cangkir racun demi kebahagiaan anak-anak kita”. (anonym).”
Catatan Kebencian
Kurasa kalimat bijak di atas telah terbukti kebenarannya. Dan melihat kebenaran itu pada kehidupan nenekku, Ibu kandung dari emakku. Diala nenekku yang sempat terbesit rasa benci padanya dan belakangan hingga selamanya telah ada rasa cinta yang sangat pada diriku untuk nenek tersayang.
Mungkin pembaca penasaran kenapa duaku sempat membenci nenekku?
Puncaknya tanggal 5 Juni 2007, kutuliskan kebencian dan kemarahanku pada nenek di catatan harianku.
5 Juni 2007
Dear nenek,…
Nurul udah ada firasat, kalo Nurul sedang Bantu nenek masak dalam diam. Nenek pasti akan membuka pembicaraan tentang kejadian masa lalu, tentang betapa buruknya ayah Nurul di mata nenek.
Nurul gak ngerti dengan jalan pikiran nenek. Nenek tau, saat nenek cerita tentang betapa buruknya ayah Nurul. Nurul merasa saat itu juga nenek jauh dari Nurul, Nenek bukan nenek Nurul. Nenek adalah orang lain.
Akan kurekam apa yang nenek katakana padaku saat kita merajang buncis dan wortel tadi siang. Nenek mengatakan, kalau saja Ayahku dengar apa yang nenek katakan, “jangan dilelang kedai ini, jangan dibawa semuanya ke ladang, itu tanah gak jelas siapa pemiliknya, surat tanahnya juga belum keluar, nanti terjadi apa yang tidak diinginkan, tapi Ayah dan Mamak kau gak dengar cakap nenek, sampe langsung minta surat pindah dari Kepling segala. Akhirnya jadi kayak ginikan?. Seharusnya nenek gak mikirin kalian lagi, kalian yang mikirin nenek. Manis kali mulut mamak kau, pande kali nguras harta nenek. Bayangkan aja uang Rumah Sakit si Ido dulu yang waktu kena DBD Rp.500ribu, sekarang kejadian si Kiki Rp.215rb. Nenek bakalan catat utang mamak kau. Gelang Nenek Unyang (Ibu Kandung Nenek) yang dilelang untuk biaya sekolah si Kiki kena Rp.4 Juta, tapi si Kiki buat ulah lagi. Hubungan darah emang iya. Tapi, utang tidak mengenal hubungan darah. Kalo dibayar mamak kau Rp.100rb secara rutin mungkin utangnya akan lunas. Inilah buktinya, Bapak kau cuman ngurus jangkrik-jangkriknya aja,Mamak kau hidup sengsara gara-gara Bapak kau. Si May, si Akmal, si Murni, belum tau soal ini, kalau saja orang itu tau mungkin orang itu akan marah. ”
Aku gak sanggup melanjutkan kata-kata nenek lagi tentang ayahku. Nenek tau, rasanya sakiit kali hati Nurul amat sangat sakit.
Nenek tau, ayahku tidak seburuk itu. Malah semakin sering nenek menjelek-jelekkan ayahku, aku semakin benci sama nenek, amat sangat benci.
Aku yakin ayahku tidak salah, Ibu (Si May anak nenek nomor 4) dan nenek yang salah. Ibu dengan kata-kata yang menyakitkan seperti pedang dan nenek termakan cakap Ibu.
Nenek lupa apa yang nenek katakana pada ayahku saat pagi itu aku mau pergi sekolah?. Waktu itu ayah masih mau membuka sepao pintu kedainya. Aku gak tau pasti apa yang nenek katakana. Yang jelas ayah pernah cerita padaku bahwa nenek mengatakan gara-gara ayahku, mamaku jadi punya anak banyak, Ayah adalah tukang korek parit.
Menurutku wajar jika seorang lelaki sakit hati jika dihina seperti itu.
Aku benci mulut perempuan.
Dan nenek sadari apa akhir dari semua ini sampai sekarang?. Gara-gara nenek dan Ibu, aku terpisah kilometer dari emak bapakku dan adik-adikku. Aku seperti nger-kost di rumah sebesar ini. Mau makan mikir sejuta kali, kalo ada barang-barang di rumah ini yang rusak kamilah yang dituduh lebih dulu.
Aku gak ngerti jalan pikiran nenek dan ibu. Aku sepertinya terlahir untuk menjadi orang lain buat nenek dan ibu.
Sekali lagi aku bilang sama nenek dan ibu bahwa ayahku tidak seburuk itu justru kalin berdua yang amat sangat buruk di mataku.
Dan satu lagi, menurutku nenk hidup di dunia ini untuk kebahagiaan diri sendiri. Tidak untuk kebahagian anak,menantu dan cucu.
Kalau emakku ada duit, emakku gak akan ngutang sama nenek. Justru aku yakin mama akan memberikan nenek. Buktinya dulu sebelum seperti sekarang, mama rutin ngasih nenek Rp.20 rb/hari. Apa nenek lupa?
Kenapa ya, kebaikan-kebaikan kecil sering langsung dilupakan dengan adanya kesalah-kesalahn besar yang dibuat?
Apa nenek yakin dengan ketulusan hati dan doa yang nenek panjtkan saat sehabis solat itu untuk kebaikan dan kesejahteraan ayah dan emakku?
Omongkosong! Tidak ada ketulusan hati yang diiringi sakit hati, dendam yang berkepanjangan yang ada malah kebencian.
Kalau nenek mendoa untuk kebaikan emak dan ayahku, nenek tidak akan menceritakan kesalahan ayahku dulu, cukup untuk dilupakan. Nyatanya…nenek masih membencinya.
Nek, ayahku tak seburuk itu, menantu nenek yang lain justrun lebih parah dari yang ayahku.
Si Eny, udah 5 tahun dia gak pernah mengunjungi nenek, apa nenek membencinya? Kurasa tidak, karena anaknya gak numpang maka, tidur, tinggal di sini, akrena dia banyak uang.
Si Anas, dia menganggap nenek nggak ada. Dia tidak hormat sama nenek, dia tka salam bahkan menyapa nenek saat dia main ke rumah untuk melihat si May istri mudanya. Apa nenek tidak membencinya, tidak sakit hati dengan sikap dia?
Bagiku nenek cukup diberi uang, ada uang menantu sayang, tak ada uang bukan menantu.
Sekilas Tentang Nenek
Masa kecil terlahir dari keluarga sederhana sebagai anak sulung dari 5 bersaudara. Memiliki masa kecil yang menyedihkan, hidup pada zaman penjajah masih menguasai Nusantara ini. Belia benar-benar harus berjibaku dengan hidup dan kehidupan, mulai dari kewajiban membantu orangtua, menjaga adik, dan harus merelakan nikmatnya manuntut ilmu di sekolah.
Nenekku memiliki seorang ibu yang temperamen, keras dan mudah emosi. Kurasa dari sikap ibunya yang seperti itu menular pada nenek, anaknya. Nenek juga temperamen dan emosian. Pernah suatu hari nenek cerita bahwa beliau pernah dipukul ibunya pakai alu (tongkat kayu tebal yang digunakan menumbuk bahan makanan seperti padi, daun ubi, ubi, dan sebagainya) dibagian kepala, sebabnya hanya gara-gara tidak melakukan pekerjaan rumah dengan tidak baik. Peristiwa ini sungguh masih nenek ku ingat sampai sekarang. Betapa membekasnya perlakuan orangtua yang tidak seharusnya dilakukan oleh seorang orangtua pada anaknya yang pada akhirnya membuat trauma si anak seumur hidup.
Dulu sebelum hijrah ke mEdan, nenek sekelurga tinggal di Padang, beliau adalah orang Padang asli, asli Padang Pariaman. Kemudian beliau dijodohkan seorang pemuda pada usia 17 tahun. Setelah beberapa tahun menikah dan punya 2 anak juga telah cukup uang, merantaulah nenek dan keluarga kecilnya ke Medan berharap kehidupan menjadi lebih baik. Nenek dan suaminya menyewa rumah untuk tempat tinggal sedangkan kakek mencari nafkah sebagai penjahit di pasar. Dari uang yang terkumpul sedikit demi sedikit, akhirnya dapat membangun kios sendiri. Waktu itu kiosnya masih berpintu satu. Demi menghemat keuangan , nenek sekelurga tak lagi menempati rumah sewa tapi di kios sendiri. Sampai akhirnya nenek dan suaminya bisa membangun rumah sendiri dan itu semua dari hasil menjahit yang ditekuni kakek.
Cara Mendidik Anak ala Nenekku
Bersama nenek dan kakek mendidik anak mereka yang berjumlah 5 orang, 2 orang perempuan 3 orang laki-laki. Semua anak nenek terdidik dalam didikan keras nenek.
Jika anak-anak melawan perintah nenek berarti minta dicubit sekuat-kuatnya hingga meninggalkan bekas biru dipaha hingga berhari-hari atau dilibas dengan tali pinggang.
Karena ketika saat beliau kecil tidak mendapatkan pendidikan sekolah yang layak, sehingga beliau berprinsip bahwa anak-anaknya tidak boleh seperti dirinya yang tidak bersokalh tapi harus sekoolah hingga setinggi-tingginya, tidak lupa pula penanaman pendidikan agama sekuat-kuatnya pada diri anak-anak nenek. Anak-anak bersekolah di Madrasah pada pagi hari dan mengaji di sore hari.
Jika Maghrib tiba, wajib semua anak-anak nenek masuk ke dalam rumah tidak boleh lagi berkeliaran di luar rumah. Walaupun film India terbaru sedang diputar di bioskop yang ada tepat di depan rumah nenek.
Semua anak punya tugas masing-masing di rumah, tidak peduli baik itu anak laki-laki terlebih lagi anak perempuan harus bisa masak, menyapu halaman, bersih-bersih rumah, menjahit dan membantu usaha menjahit di kios.
Terkadang kakek tidak setuju dengan gaya nenek mendidik anak-anak. Kakekku adalah seorang lelaki penyabar dan lembut hatinya, dan penyayang pada keluarga. Beliaulah yang menjadi pembela anak-anak jika beliau mengetahui anak-anak sedang dihukum nenek
Alhasil walaupun dengan gaya mendidik seperti itu anak-anak nenek tumbuh menjadi anak-anak yang terdidik dan berpendidikan dalam kehidupan mereka. Dan memang rasa trauma itu tetap ada pada diri anak-anak nenek sampai saat ini, jika mengingat masa kecil mereka. Aku mengetahuinya dari cerita emakku dan cerita paman-paman dan ibuku.
Pada tahun 1988, kakek meninggal, anak-anak sudah cukup besar waktu itu, ada yang kuliah di UGM dan ada yang kerja bantu-bantu nenek di kios.
Aku dan Nenekku
Sekarang cerita berlanjut di zaman dan generasi yang berbeda. Cerita antara aku dan nenekku.
Karena nenek benci ayahlah penyebab aku benci kepada nenek. Di curhatku dalam catatan harian itu telah mengungkapkan betapa bencinya nenek pada ayah.
Selain itu, aku juga benci pada nenek, gara-gara nenek suka marah-marah, suka mencubit sampai biru buatku trauma, suak menyuruh perintah lebih dari satu perintah padahal perintah sebelumnya belum selesai dilakukan. Apalagi aku termasuk orang yang lambat dan lelet kalau disuruh ini itu, sehingga tak jarang serentetan peluru repetan menyerangku bertubi-tubi. Kadang aku kesal bukan main.
Mungkin di sisi lain, makanya nenek bersikap seperti itu karena bekas didikan orangtuanya dulu. Jadi, seperti lingkaran setan. Sikap temperamen itu turun temurun.
Sebenarnya nenek itu orangnya baik hanya saja memang sudah wataknyalah bahwa beliau orannya keras tapi dibalik itu semua nenek adalah orang yang hatinya lembut, gampang kali nangisnya, kalau hatinya sudah tersentuh.
Oktober tahun lalu neneklah yang mensponsori aku untuk berobat. Dua tahun terakhir aku mengalami batuk yang tidak sembuh-sembuh. Sudah berulang kali berobat dan banyak dokter yang menyarankan agar aku di foto rontgen saja. Tapi, Emak tidak ada biaya untuk rontgen. Alhasil pengobatan pun tertunda. Batuk ku terus dan terus, aku tak tahan, sampai berat badanku pun turun drastis akibat penyakit batukku yang tidak biasa ini.
Sampai pada tanggal 12 Oktober 2008, nenek membawaku berobat dan langsung foto rontgen, beliau takut terjadi apa-apa dengan ku, perjalanan hidupku masih panjang tapi sudah sakit-sakitan.
Diketahuilah dari hasil rontgen tersebut bahwa aku positif mengidap TB. Awalnya aku sempat down, tapi Alhamdulillah berkat inisiatif nenek untuk cepat berobat sampai akhirnya aku tahu apa penyakitku yang sebenarnya, kalau tidak mungkin penyakit ku bisa lebih parah.
Sejak saat itulah nenek makin perhatian pada ku. Beliau ikut mendukung sepenuhnya proses pengobatanku mulai dari membelikan susu segar untuk ku minum pagi dan malam serta memasak makanan.
Waduh, tak ada lagi alasan ku untuk membenci nenek. Aku berusaha mengambil hikmahnya.
Hubungan Antara Nenek, Anak serta Menantu
Dari semua anak nenek yang telah berkeluarga. Kehidupan rumah tangga emakkulah yang paling banyak menyusahkan nenek.
Emak dan ayah sempat berjaya dengan usaha jangkrik yang selama ini memang ditekuni dan menjadi sumber mata pencaharian utama keluarga emakku. Namun sejak peristiwa pembakaran dari oknum pemilik tanah garapan—yang ditanah itu ayah membangun rumah serta usaha ternak jangkrik itu. Keluargaku harus dimulai dari nol lagi. Menghutang menjadi solusi sementara keuangan kami termasuk berhutang sama nenek. Nenek sempat stress saat mengetahui emak yang banyak hutang. Nenek tidak bias menerima keadaan rumah tangga emak waktu itu. Tapi, kalau tidak menghutang bagaimana emak, ayah, aku dan adik-asikku bisa bertahan hidup.
Namun, lama kelamaan nenek mengerti keadaan emak. Yang pada akhirnya nenek terus mendukung emak baik itu dengan do’a orang tua kepada anaknya serta membantu meminjamkan uang.
Ayahku yang tadinya sakit hati luarbiasa sama nenek pun, Alhamdulillah luluh sudah hati yang membatu itu. Karena bagaimanapun nenek adalah orangtua ayah. Tanpa restu dan orangtua Ayah tidak ada apa-apanya hidup di dunia ini, semua usaha yang ayah lakukan tanpa ridho dan maaf dari orangtua takkan ada artinya dan Allah pun tidak suka bahkan murka. Lagi pula hidup ini kan hanya sebentar, betapa ruginya hidup harus membenci satu sama lain, toh pada akhirnya semua kita akan mati.
Pada akhirnya aku malihat dan belajar dari kehidupan nenek bahwa masalah itu menghampiri tidak memandang usia. Dulu aku pikir seorang wanita pada masa tuanya sudah tidak punya masalah lagi, hanya tinggal menikmati masa tua dikelilingi anak menantu serta cucu yang berbahagia.
Ternyata tidak seperti itu, melihat anaknya susah, bagaimanapun orangtua khususnya ibu mau tidak mau juga kecipratan kesusahan anaknya yang pada akhirnya pun dia harus berkorban juga bahkan sampai rela menenggak bercangkir-cangkir racun untuk kebahagiaan anak-anaknya. Kasih ibu memang sepanjang masanya ia hidup.
Nek, aku sayang nenek di dunia dan akhirat dan dengan seluruh hatiku yang aku punya.
Terimakasih sudah membaca postingan di nufazee.com semoga bermanfaat. Mohon jangan masukkan link hidup saat mengisi kolom komentar. ^^ Biar gak capek kali ngapus broken link, ini kenapa jadi curhat haha