‘Met mlm cin..? ad ma qm knci jwbn B.
Inggris klau ad krm ma q y?’, sms itu masuk ke inbox hp saya pada 16 April
2012, sekitar pukul sebelas malam. Awal dapat sms tersebut sempat kaget dan
tertawa, namun segera sadar bahwa ini sms salah kirim. Lalu, apa respon saya?
Saya tidak membalasnya apa-apa, mau dibalas asal-asal dengan memberikan jawaban
seenaknya, itu bukan karakter saya, mau direspon jujur, nanti dia malu sendiri,
walau sebenarnya saya memang tidak mengenal no hp si pengirim, dan jika saya
jawab jujur pun sebenarnya sah-sah saja, jika dia malu pun tidak seberapa,
secara saya tidak melihat wajahnya dan bahkan tidak tahu. Lebih baik tidak
direspon.
Bukan
masalah respon atau tidak diresponnya sms salah kirim tersebut yang hendak saya
bahas disini, tapi fenomena UN yang sedang melanda pada civitas dunia
pendidikan di Indonesia. Mungkin saya orang yang kesekian juta yang membahas
fenomena UN, nah dari sekian juta itu pulalah saya ingin menyampaikan isi hati,
kegalauan saya terhadap UN.
Ada
apa dengan UN? Tenang, pertanyaan tersebut bukan sekuel film Ada Apa dengan
Cinta, tapi sebuah pertanyaan retoris dari saya. Tiap tahunnya UN atau Ujian
Nasional menjadi momok menakutkan para civitas dunia pendidikan yakni para guru,
siswa, dan orangtua. Apapun dilakukan demi sebuah kelulusan, lulus dalam UN,
seperti sholat istighosah berjama’ah, mengundang ulama untuk berdo’a bersama,
rela pergi ke sekolah subuh-subuh berbarengan dengan para pelaku pasar yang
baru sampai dari gunung dan mengantarkan sayur mayur ke pasar, atau sejadwal
dengan para loper Koran yang menanti pembagian macam-macam Koran untuk
dijajakan ke pembaca, bahkan sanggup mendatangi dukun demi mendapatkan sebuah
kunci jawaban, jadi teringat kisah Ikal dan teman-temannya dalam Novel Laskar
Pelangi yang minta petuah pada Tuk Bayan Tula, dukun tersakti se-Belitong. "Kalau
Nak Pintar, Belajar! Kalau Nak Berhasil, Usaha!" Itulah mantra yang
diberikan Tuk Bayan Tula kepada anak-anak Laskar Pelangi saat mau menghadapi ujian.
Lalu ada juga saya baca di catatan teman saya, diberitakan di televisi bahwa
terkait dengan menyambut UN, pihak sekolah sampai mendatangkan tokoh spiritual
untuk minta ‘sesuatu’ yang bisa melancarkan ujian, lalu sang tokoh membagikan
Air Mineral Dalam Kemasan (AMDK) dan pensil kepada seluruh siswa. Ada juga teman saya cerita bahwa ia menonton berita bahwa ada siswa yang kemasukan (jin) sesaat setelah selesai menjawab soal UN, diduga ia menggunakan ilmu lain selain 3 ilmu yang diujikan dalam UN untuk menjawab soal UN. Hebat benar
UN ini saya pikir, ketenarannya mempu menyeret-nyeret generasi muda kelembah
hitam kesyirikan yang nyata, wajar jika Tuhan sering murka belakangan ini,
masih terasa beberapa waktu lalu gempa 8,5 SR mengguncang wilayah Barat
Indonesia.
Sampai disini, saya masih bertanya-tanya lagi,
adakah yang lebih rasional menanggapi hal ini? Lucu saja kesannya. Okelah tidak
berdukun atau memakai mantra sakti lainnya. SMS yang salah kirim ke saya saja
contoh sederhana, KPK berkoar-koar, No
Corruption, Katakan TIDAK pada Korupsi, tapi kenyataannya, sejak
diumumkannya UN, pemerintah sebenarnya turut mengumumkan, Ayo Korupsi!. Para
guru mati-matian menggadaikan idealismenya demi sebuah soal dan mengerjakannya
demi keselamatan murid-muridnya, lalu membagikan kunci jawaban selain itu
bekerjasama pula dengan para pengawas, pengawas dan guru sudah TST, Tahu Sama
Tahu, termasuk siswa. Para wartawan bodrek pun turut pula mengaminkan dengan
memberitakan hal-hal yang tampak baik. Mencontek, memberikan jawaban adalah
rangkaian kata kerja yang mampu membentuk dan menanamkan budaya tidak jujur,
budaya curang, budaya korupsi, budaya TIDAK PERCAYA DIRI.
Jadi,
salahkah UN? Jika UN bisa bicara, mungkin ia akan ngomong seperti ini, ‘Jadi
salah gue, salah emak gue, salah nenek gue, salah atok gue’, UN kenapa jadi
anak alay begini?
Adalah
bukan hal yang salah berdoa bersama, bahkan dianjurkan artinya masih ada iman
yang terpatri di jiwa, tidak ada
pertolongan selain pertolongan Tuhan, namun itu semua dilaksanakan setelah
ikhtiar atau usaha yang maksimal, dan muaranya adalah menyerahkan semuanya pada
Tuhan, bukan ditambah dengan memberikan ‘sesuatu’ yang bertujuan mensugesti
anak. Ada sebuah penggalan episode dari serial Doraemon, suatu hari Nobita
uring-uringan menghadapi ulangan umum yang diadakan esok hari, seperti biasa ia
pun membujuk Doraemon, robot kucing dari abad 20 dengan kantong, untuk
mengeluarkan alat yang bisa membantu Nobita mengerjakan soal ulangan. Awalnya
Doraemon menolak keras, namun Nobita pun tidak menyerah ia mengeluarkan senjata
air mata (air mata tapi seperti air terjun saking kencangnya ia menangis).
Doraemon tak tega, ia keluarkan sebuah permen karet dari kantongnya. Permen
karet itu jika dikunyah bisa langsung membuat orang mampu mengerjakan soal
ujian. Keesokan harinya Nobita pergi sekolah dengan hati riang dan menjalani
ulangan dengan senang hati. Saat pembagian hasil, Nobita dapat nilai bagus.
Kemudian ia berterimakasih pada Doraemon, lalu Doraemon tertawa dan member tahu
bahwa permen itu bukan permen karet ajaib tapi permen karet biasa. Jadi,
sebenarnya yang buat Nobita berhasil bukan permen karetnya tapi usaha keras
Nobita dalam belajar sebelum ulangan. Doremon dan dukun sedikit mirip ya?.
Salahsatu sifat terpuji adalah menolong, namun
menolong demi sebuah kecurangan, masih termasuk sifat terpujikah? Saya pikir,
guru adalah jelmaan malaikat, ia dianggap tahu
beberapa bidang ilmu, tahu mana yang benar mana yang salah, sifat-sifatnya
terpuji karena ia menjadi seorang yang digugu dan ditiru. Keputusan menjatuhkan
wibawa guru setiap tahun dengan berlaku tidak jujur, cukuplah sampai disini
tidak untuk to be continued.
UN
tidak perlu jadi sesuatu yang ditakutkan tapi sesuatu yang dihadapi dengan
gagah perkasa. Sejak awal memutuskan anak bersekolah, persiapkan ia dengan les
tambahan, tidak berpatok pada nilai namun tak paham dengan yang dipelajari,
belajar itu untuk jadi tahu dan mengerti bukan untuk sebuah rangkaian nilai 9
di raport atau rangkaian huruf A tapi tidak tahu apa-apa, tanamkan kepercayaan
diri yang besar bahwa ia mampu melewati masa-masa ujian, tidak perlu stress,
besarkan hatinya, lalu kesiapan guru dalam mengajar dan mendidik siswanya lebih
diperhatikan. Tidak perlu ada memberikan sesuatu, seperti Pensil ajaib, AMDK
ajaib dan permen ajaib kepada siswa. Semua bersinergi mencerdaskan generasi
bangsa. Selamat Menempuh Ujian bagi tingkatan sekolah yang belum ujian dan
selamat menanti kelulusan bagi tingkatan siswa yang telah menempuh ujian. Bangkit
Indonesiaku!
''Yun krm ma q knc jwbn B. inggrislh'' , SMS itu datang lagi pada subuh pukul 06.05 WIB. Aku harus jawab apa??? #teriak-teriak di depan HP yang tetap akan membisu hihihih
#UN >>> Hadapi sajalah, nggak perlu bergalau-galau ria, kalo dah mempersiapkan bekal dari jauh-jauh hari kan, tak ada lagi yang perlu ditakutkan, ibarat potongan lagu My Heart Will Go UN eh ON maksudnya, You Here (Persiapan yang Matang), There's nothing I Fear *eaaaaaaaaaaaaa... ^_^
#Tulisan ini telah dimuat di Harian Mimbar Umum, 05/05/2012
Terimakasih sudah membaca postingan di nufazee.com semoga bermanfaat. Mohon jangan masukkan link hidup saat mengisi kolom komentar. ^^ Biar gak capek kali ngapus broken link, ini kenapa jadi curhat haha