-->
Menu
/
Sumber : Azimah Rahayu, Milis 1001buku
Apakah Rumah CAHAYA?
Rumah CAHAYA adalah Rumah baCA dan Hasilkan karYA, sebuah program FLP bekerja sama dengan Dompet Dhuafa Republika. Merupakan salah wujud dari visi FLP Membangun Indonesia Cinta Membaca dan Menulis. Anak-anak, remaja dan dewasa yang ingin membaca buku bisa datang ke Rumah CAHAYA untuk membaca buku setiap hari di tempat tersebut, secara gratis. Lebih dari itu, rumah ini direncanakan bukan hanya sebagai rumah bacaan semata, melainkan sebagai rumah yang mampu pula membidani lahirnya para penulis baru yang berasal dari pembaca di pondok tersebut.
Apa kegiatan Rumah CAHAYA?
Selain memberikan kesempatan bagi kalangan umum, khususnya kaum dhuafa untuk membaca lebih banyak buku, majalah dan sebagainya sehingga wawasan mereka akan lebih berkembang, kegiatan Rumah CAHAYA antara lain: fæ Bengkel Penulisan gratis baik untuk Anak, Remaja dan Dewasa yang akan diadakan bulanan. fæ Diskusi Kepenulisan, Bedah Buku, Jumpa Penulis, dan berbagai Workshop yang berhubungan dengan dunia penulisan. fæ Pemutaran film anak, seminggu sekali. fæ Story Telling, Dongeng, dan Permainan untuk anak-anak, dll. Rumah CAHAYA juga menyediakan toko buku murah.
Dimanakah Rumah CAHAYA?
Saat ini Rumah CAHAYA berada di Jl. Keadilan Raya No.13, Depok Timur. Apabila memungkinkan diharapkan seluruh sekretariat FLP Wilayah seluruh Indonesia---FLP memiliki perwakilan wilayah di 27 propinsi--- dapat memilikinya pula.
Anda ingin berpartisipasi bersama Rumah CAHAYA? Silakan kirimkan sumbangan anda buku-buku baik fiksi dan non fiksi, baik buku anak, remaja maupun dewasa ke alamat Rumah CAHAYA. Anda juga dapat berpartisipasi dalam bantuan dana. Salurkan bantuan Anda ke rekening: BCA KCP Depok, No: 421 229 3176 a/n Ika Nurika (Bendahara FLP Pusat)
Mari bersama FLP : Membangun Indonesia Cinta Membaca dan Menulis¡¨
Bagaimana Membangun Taman Bacaan (1) Oleh Azimah dari komunitas 1001buku
Pengantar
Taman Bacaan. Perpustakaan. Rumah Baca. Apapun namanya, semua berkaitan dengan buku dan kegiatan membaca. Sayangnya buku dan kegiatan membaca kurang populer di kalangan anak-anak dibanding televisi dan play station. Ditambah lagi dengan ketiadaan akses terhadap buku karena ketidakmampuan membeli serta langkanya perpustakaan yang menyediakan koleksi buku anak. Kondisi di atas telah menimbulkan keprihatinan bagi banyak pihak, yang akhirnya bergerak membangun taman bacaan-taman bacaan anak dengan berbagai alasan/latar belakang, model dan gaya.
Santi Soekanto misalnya. Ia memulai Stasiun Buku karena sebuah rasa cemburu. Waktu itu ia ditakdirkan bermukim di sebuah negeri yang sangat jauh dari tanah air. Di negeri itu perpustakaan-perpustakaan tersedia bagi seluruh warga kota, tua-muda, miskin-kaya. Gratis. Setiap hari Rabu siang ada waktu mendongeng untuk anak-anak. Pendongengnya profesional, dibayar oleh pemerintah. Lha, anak-anak kita di tanah air bagaimana? Kalau menunggu pemda kapan terwujudnya? Rasa cemburu terbakar. Lalu diresmikanlah Stasiun Buku di ruang tamu rumah kontrakan, yang ukurannya hanya 4 x 4 meter persegi, plus garasi yang cukup teduh.
Pondok Baca Arcamanik (PBA) merupakan hasil gotong royong warga komplek Arcamanik yang memang sudah melek baca dan sangat paham arti penting sebuah perpustakaan bagi warganya dan anak-anak di sekeliling komplek yang tak punya akses terhadap buku. Awalnya Ida Sitompul, salah satu pendirinya, juga memiliki pengalaman dan keprihatinan yang hampir sama dengan Santi Soekanto. Ketika kembali ke Indonesia dan tinggal di komplek Arcamanik, ia melihat anak putus sekolah di mana-mana; menjadi pemulung, tukang sampah maupun sekedar berkeliaran. Sedangkan ia melihat kalangan warga Arcamanik rata-rata memiliki tingkat akademis yang cukup tinggi dan memiliki perhatian yang kuat dalam masalah ini. Karena itu Ida pun bergerilya door to door mengkampanyekan idenya mendirikan perpustakaan komunitas. Dari warga, oleh warga dan untuk warga serta masyarakat umum.
Pustakaloka Rumah Dunia bermula dari kecintaan Gola Gong dan istrinya Tias Tatanka pada buku dan kegiatan membaca. Pada Maret 2002, terbersit pikiran untuk ‘berbagi’ apa yang mereka punya tersebut kepada anak-anak di lingkungan mereka. Maka jadilah perpustakaan kecil-kecilan di kebun belakang rumah keluarga Gola Gong yang kini telah berkembang menjadi Pustakaloka Rumah Dunia (PRD).
Lain lagi dengan Azimah. Gadis ini memulai perpustakaannya sebagai pilihan alternatif, Taman Pendidikan Alquran (TPA). Ia tadinya ingin mendirikan TPA di Paseban, tetapi karena anak-anak sudah sekolah agama, akhirnya ia memilih buku untuk dapat beraktifitas bersama anak-anak. Menurutnya, buku dan perpustakaan komunitas tak kalah pentingnya dari TPA sebagai media pendidikan alternatif bagi anak-anak. Dia bermimpi, suatu saat, taman bacaan anak akan dapat ditemui hampir di semua gang, kota dan pelosok desa, menjamur sebagaimana halnya TPA.
Sementara itu beberapa perpustakaan yang dibangun di desa-desa, kampung-kampung dan pelosok dilatarbelakangi usaha untuk meningkatkan wawasan dan cinta buku dari anak-anak desa yang tidak terbiasa dengan buku karena mereka lebih biasa bermain di luar rumah: sungai, sawah atau nongkrong. Sedangkan budaya masyarakatnya tidak kondusif untuk peningkatan minat baca. Ditambah lagi kondisi perekonomian keluarga dan pendidikan orang tua yang rata-rata kurang atau dibawah standar. Demikianlah, beberapa latar belakang pendirian perpustakaan/taman bacaan anak dari anggota jaringan 1001buku. Bisa jadi Anda juga mengalami atau melihat kondisi serupa di sekeliling Anda yang menginspirasi untuk membuka dan mengelola taman bacaan. Tips-tips di bawah semoga bisa membantu Anda.
Langkah 1: Menentukan Model Perpustakaan Langkah pertama dalam memulai Taman Bacaan Anak adalah menentukan model perpustakaan yang akan di bangun. Apakah perpustakaan yang akan dibangun merupakan perpustakaan pribadi yang dibuka secara gratis untuk umum atau perpustakaan yang ditopang oleh yayasan? Apakah anda bergerak sendirian atau bersama teman-teman satu organisasi? Seberapa banyak sumber daya (waktu, tenaga, pikiran) yang bisa diberdayakan untuk mengelola perpustakaan tersebut? Anda perlu memikirkan ini dari awal karena hal ini akan sangat berpengaruh pada jalannya perpustakaan nantinya.
Bagaimana Membangun Taman Bacaan (2) Oleh ; Azimah dari komunitas 1001buku
Langkah 2: Mengumpulkan Buku
Langkah berikutnya adalah mengumpulkan buku sebagai materi utama taman bacaan. Buku-buku ini bisa diperoleh dari koleksi pribadi (termasuk di dalamnya sisa-sisa masa kecil kita, milik anak-anak, sepupu, keponakan yang sudah tak terpakai) atau membeli buku baru maupun bekas, dan meminta bantuan teman-teman. Santi Soekanto mendapatkan buku-buku bekas ketika sedang menempuh pendidikan di luar negeri dengan menempelkan pengumuman di pojok-pojok kampusnya. Ia juga berburu buku anak ke pasar loak dan toko-toko buku bekas di sana. Maka terkumpulah 7 kardus besar penuh sesak dengan buku. Buku-buku berbahasa Inggris itu digabungkan dengan koleksi buku dan majalah anak-anak Santi yang memang sudah bertumpuk-tumpuk di tanah air.
Perpustakaan Cindelaras Rembang yang digagas oleh Trini koleksinya mendapat bantuan dari PUJS, P.DATA Bdg, dari temen-temen SMA Trini, dari lingkungan tetangga, dari saudara saudara yang mendukung, dari SMAnya dulu yang sepakat akan memberikan satu eksemplar dari 2/3/4 eksemplar setiap buku yang diterima dan dari 1001 buku serta dari dermawan lainnya. Perpustakaan Cindelaras memiliki program gerakan OLEH OLEH BUKU, yaitu bahwa setiap yang merantau kalau pulang kampung diminta membawa OLEH OLEH BUKU dan nama penyumbang akan dicantumkan dalam buku yang disumbangkan. Pengelolaan dan kegiatan Perpustakaan Cindelaras sepenuhnya diserahkan ke karang taruna dengan arahan dari Trini di Jakarta.
Pustakaloka Rumah Dunia (PRD) dimulai dari koleksi pribadi keluarga Gola Gong sedang PBA memulai dari sumbangan gotong royong warga penghuni komplek Arcamanik.
Langkah 3: Menentukan Lokasi
Di tempat yang bagaimana sebaiknya menyelenggarakan Taman Bacaan?Tempat apapun pasti mengasyikkan bagi anak-anak kalau bukunya banyak, dan pemilik/pengelolanya ramah serta penuh cinta pada anak-anak. Berikut beberapa alternatif yang bisa dipertimbangkan: Jika ada fasilitas, bisa seperti Gola Gong yang membangun saung di tengah pekarangannya sebagai lokasi PRD. Atau menyewa tempat di lokasi strategis (banyak anak-anak kurang mampu/pemukiman kumuh) seperti Yessy Gusman. Atau menggunakan rumah/gedung warga seperti PBA milik warga Komplek Arcamanik, Bandung.
Jika bergerak secara kelompok/komunitas, taman bacaan bisa meminjam pos kamling/tempat nongkrong/ gedung olah raga, ruang RT/RW, maupun ruangan di masjid/TPA. Taman Baca Tegal Gundil menggunakan kebon kosong, membuat rumah-rumahan dari bambu hasil minta ke tetangga. Taman baca Cindelaras menggunakan balai desa.
Jika bergerak secara pribadi: garasi, ruang tamu, teras rumah atau halaman samping rumah pun BISA digunakan. Jangan menunggu sampai ada ruangan yang besar. Percaya deh, anak-anak itu kalau sudah tenggelam dalam buku, biar disamber gledek juga asik saja.
Lokakarya
Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.
Lokakarya (Inggris: workshop) adalah suatu acara di mana beberapa orang berkumpul untuk memecahkan masalah tertentu dan mencari solusinya.
Sebuah lokakarya adalah pertemuan ilmiah yang kecil.

Terimakasih sudah membaca postingan di nufazee.com semoga bermanfaat. Mohon jangan masukkan link hidup saat mengisi kolom komentar. ^^ Biar gak capek kali ngapus broken link, ini kenapa jadi curhat haha

Powered by Blogger.