-->
Menu
/

 Bismillah,
Assalamualaykum Pembaca Nufazee,

Nasionalisme bisa dibangun melalui mulut, yaitu dengan mendaulatkan mulut kita, sehingga terbangun kedaulatan pangan, sekaligus kedaulatan bangsa’

 -Profesor Ahmad Sulaeman



Sudah makan belum?

Klasik ya pertanyaannya, namun pasti susah ni jawabnya, sebab di Indonesia masih saja banyak anggapan  jika belum makan nasi, dianggap belum makan, padahal sebelumnya sudah masuk lontong, mi pecel, siomay, bakso, cilok dll

Ternyata pola pikir tersebut membuktikan betapa rakyat Indonesia masih sangat bergantung pada beras sebagai makanan pokok, selain itu memastikan pemenuhan kualitas gizi dan keamanan pangan juga merupakan PR besar bangsa ini.

Kebergantungan terhadap beras sebenarnya telah jadi fokus pemerintah sejak lama, yaitu dimulai tahun 1951 ketika program saat Prof. Purwo Sudarmo mempopulerkan slogan Empat Sehat Lima Sempurna.

Seiring berjalannya waktu, banyak perubahan dan perkembangan terjadi, terakhir UU inilah yang jadi acuan arah diversifikasi pangan di Indonesia yaitu:UU 18 tahun 2012 tentang Pangan. Dan bentuk tidak lanjut dari UU ini telah terbit  PP 17/2015 tentang Ketahanan Pangan.

Nah, jadi sebenarnya sudah lebih dari 50 tahun lalu, kampanye kurangi makan nasi telah berlangsung ya, duh kemana aja akuh?

Diversifikasi Pangan Itu Apa Sih?


Menurut situs resmi Badan Ketahanan Pangan, Diversifikasi pangan adalah program yang bertujuan  agar masyarakat tidak fokus pada satu jenis makanan pokok dan tergerak untuk  konsumsi bahan pangan lainnya sebagai pengganti makanan pokok yang selama ini dikonsumsi.

Di Indonesia sendiri,nasi masih dianggap sebagai satu-satunya makanan pokok padahal Indonesia punya beragam makanan pokok seperti sukun, ubi, talas, dan sebagainya.

Dulu salahsatu tujuan diversifikasi pangan yaitu cara menuju swasembada beras, dimana kita harus kurangi konsumsi beras agar tidak melebihi produksi. Alhamdulillah berhasil.

Sekarang, yang jadi usaha pemerintah bertahun-tahun dengan konsep diversifikasi pangan adalah selain yang aku tuliskan diawal, juga bagaimana agar pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat bisa berkualitas dengan variasi dan seimbangnya nutrisi yang diperoleh tubuh.


Tujuan Diversifikasi Pangan, Yuk Makan Ubi Kayu!

Konsumsi Ubi Kayu sudah gak dianggap keren lagi sejak tahun 1990, terbukti dari data tahun 1990, penurunan tingkat konsumsi ubi kayu dan jagung di kota menurun drastis, 1,24 kg/kapital/tahun untuk ubi kayu dan 8,21 kg/kapital/tahun untuk jagung. Tahun 2002 semakin menurun bahkan terjadi di desa.

Sebaliknya, konsumsi mi instan meroket tajam. Tahun 1990, orang kota konsumsi mi instan hanya 0,09 kg, tahun 2002 meningkat sebesar hampir 3kg/kapital/tahun, begitu juga di desa, dari 0,05 kg, meningkat hampir 2kg/kapital/tahun.

Dan sampailah kita pada hari ini dimana orang merasa gengsi jika makan ubi kayu dan jagung sebab dianggap sebagai makanan orang miskin, selain itu ubi kayu dan jagung juga mulai gak dikenal sebagai makanan pokok tapi sebagai cemilan, biasa dibikin keripik, tela-tela, dll.

Pada akhirnya kebijakan Diversifikasi Pangan malah belok, justru masyarakat lebih memilih pangan global, seperti mi instan, meskipun mi instan dibuat sesuai selera Indonesia tetap saja bahan dasar mi alias gandumnya impor dari luar negeri. Ironisnya lagi mi instan nyaris tidak ada gizi, berbeda jika konsumsi ubi kayu yang kaya antioksidan, juga jagung yang kaya protein nabati dan serat. Duh sedih banget kita ya T_T

Dan berikut tujuan Difersifikasi Pangan di bawah Badan Ketahanan Pangan,


Ngemil Ubi Thailand


Pola Konsumsi Pangan Lokal Masyarakat Indonesia

Sebenarnya gimana sih pola konsumsi pangan lokal masyarakat Indonesia saat ini? Nah, masih mengambil data dari Badan Ketahanan Pangan. Aku baru tahu bahwa ada parameter yang mengukur kualitas konsumsi pangan masyarakat Indonesia yaitu dengan PPH ( Pola Pangan Harapan ).

Skor ideal dari PPH adalah 100, namun tahun 2019 Indonesia baru capai skor 90,8. Di tahun yang sama konsumsi kelompok padi-padian sebesar 114,3 kg/kap/tahun. Idealnya konsumsi beras yang dianjurkan hanya 100,4/kg/kap/tahun.

Sedangkan konsumsi umbi-umbian idealnya 36,5 kg/kap/tahun, namun kita masih baru 15/kg/kap/tahun, wah masih jauh banget ya.

Dalam sebuah webinar, Riza Azyumarridha Azra direktur PT Rumah Mocaf Indonesia, , yang juga duta petani milenial versi kementerian pertanian indonesia, menyampaikan pengalamannya membangun Rumah Mocaf.

Tahun 2014 saat ia dan komunitasnya Sekolah Inspirasi Pedalaman Banjarnegara rutin setiap Sabtu Minggu ke desa-desa, untuk menginspirasi anak-anak yang putus sekolah, mereka bertemu dengan petani singkong yang menangis di hadapan mereka.

Petani itu menangisi harga singkong yang waktu itu sentuh angka 200/kg, harga tersebut merata di beberapa desa, akibatnya singkong dibiarkan membusuk di lahan, karena bila dipanen justru rugi.

Beranjak dari keadaan tersebut Riza dan teman-teman bergerak cari solusi, agar petani singkong bisa bangkit, demi singkong terangkat martabatnya dan semakin digemari masyarakat Indonesia. Riza pun berkonsultasi kepada akademisi dan praktisi singkong.

Ternyata dari semua pendapat, menyarankan agar mereka mengolah singkong menjadi mocaf atau modified cassava flour, atau tepung singkong termodifikasi yang punya karakteristik hampir sama dengan tepung terigu. Inilah pangan masa depan.

Riza benar-benar belajar dari nol dan mengajarkan pada petani singkong yang ada di desa-desa Banjarnegara.

Masih dalam webinar tersebut, Riza memaparkan data yang kita semua wajib tahu agar makin semangat makan singkong hehe.



Lihat data tersebut rasanya pengen komentar begini ‘Kok Bisa?’

Iya kok bisa sih secara Indonesia dari Sabang-Merauke, tidak ada hamparan gandum, maka tepung gandum pun harus impor, data terakhir meningkat sebanyak 19,9 %. Seperti yang kita tahu, impor mengimpor ini sangat menguras devisa negara huhu.

Ironisnya ujar Mas Riza, makanan tradisional khas Banjarnegara yang dijual hampir tiap sudut kota yaitu Tempe Mendoan, tapi tepungnya impor
 


 

Kenapa Harus Makan Non Beras ?


Duh bisa gak ya hidup tanpa nasi, jawabannya bisa banget. Dulu, aku termasuk yang nasi lover, sekarang selain faktor usia dan selera *halaaah haha, aku mulai mengurangi nasi, banyakin sayur dan protein. Kebiasaan ini sungguh perlu latihan, gaes! Secara kita udah hidup dengan makan nasi selama berpuluh-puluh tahun, aku paham banget, pasti sulit, namun insyaAllah bisa!

Suatu hari aku pernah coba makan ubi madu dengan sambal ikan dencis, masyaAllah ternyata enak juga ya, disitu aku happy banget. Latihan makan tanpa nasi, mau gak mau dipengaruhi otak, kan perut otak kedua, jadi mereka kayak tiktokan gitu perkara selera makan. Saat mau latih makan non nasi, otak pasti bakal bilang, ‘ih yakin enak, aneh loh, udah balik ke nasi aja lagi’, wkwkw, lalu aku ‘kuat,kuat, kuat, ini makanan sehat, mulut nolak, tapi ini baik untuk perutku, bismillah’, udah masuk deh. Perkara enak gak enak cuma sampai tenggorokan doang euy.

Pemerintah dan ahli sepakat, Ubi dan kawan-kawannya merupakan pangan masa depan. Maka, kudu dilatih dari sekarang untuk mengonsumsi Ubi ya Pembaca Nufazee!  Berikut alasan mengapa kita harus makan non beras,

Dari sisi penyediaan, lahan sawah setiap tahun alami penurunan dengan luas lebih kurang 12,97%, akibatnya tentu menurunkan produksi beras, kemudian perubahan iklim yang terjadi berdampak pada perubahan suhu dan curah hujan, sedangkan padi-padian adalah tanaman yang betah banget tumbuh di dalam air.

Skor PPH kita belum ideal, hal ini bisa berefek pada ketergantungan impor pangan terutama terigu. Aku yakin banget, makanan pokok alternatif kita pasti emih instan kan yak? Yuk bisa yuk, untuk kurangi impor terigu!

Pangan lokal punya keunggulan gizi yang bermanfaat banget untuk tubuh, antara lain ubi kayu memiliki kandungan serat tinggi dan indeks glikemik rendah, ubi jalar kaya vitamin dan antioksidan, sagu dan talas manfaatnya tinggi kalsium.


Dukung Road Map Diversifikasi Pangan Lokal Sumber Karbohidrat Pengganti Beras 2020-2024


Agustus tahun 2020, Dr.Ir. Agung Hendriadi, M.Eng selaku Kepala Badan Ketahanan Pangan,  menerbitkan Road Map Diversifikasi Pangan Lokal Sumber Karbohidrat Pengganti Beras 2020-2024, isi Road Map tersebut bisa diakses dan diunduh secara umum ya Pembaca Nufazee ^^

Dengan begitu, kita bisa paham apa yang terjadi dengan pangan lokal saat ini, khususnya di
era new normal dan juga sudah sampai mana langkah pemerintah dalam menanganinya.

Intinya Program diversifikasi pangan lokal non beras ini dilaksanakan dari hulu ke hilir secara terintegrasi dan libatkan multisektor.


Presiden Soekarno pernah bilang begini 'soal pangan adalah soal hidup matinya bangsa'

Dalam sesi webinarnya pagi itu, Riza mewakili Rumah Mocaf dan Paguyuban Mocaf Banjarnegara serta isi hatiku menyampaikan rekomendasi usulan kepada pemerintah, berupa:

  1. Hentikan atau batasi impor terigu
  2. Cabut atau kurangi subsidi terigu
  3. Kebijakan pusat dan daerah kompak terkait pangan lokal
  4. Siapa pun yang impor terigu, maka 1-2% dari impor, wajib beli mocaf

Diversifikasi pangan adalah kunci ketahanan pangan.

Merdeka!

Semoga bermanfaat!

Sumber:
http://bkp.pertanian.go.id/diversifikasi-pangan
https://analisis.kontan.co.id/news/eksistensi-ketahanan-pangan-lokal?page=all
https://rumahmocaf.id/


1 comment:

  1. Tepung mocaf ini bisa jadi alternatif terigu ya karena bahan bakunya melimpah, jadi kita tak perlu impor terigu lagi

    ReplyDelete

Terimakasih sudah membaca postingan di nufazee.com semoga bermanfaat. Mohon jangan masukkan link hidup saat mengisi kolom komentar. ^^ Biar gak capek kali ngapus broken link, ini kenapa jadi curhat haha

Powered by Blogger.