-->
Menu
/
Sesal di Hati
Jum’at pagi sekitar pukul 08.00, Saya sedang duduk-duduk sambil menulis sesuatu di meja belajar lalu tiba-tiba berbunyi nada dering James Bond dari HP Nokia 3315 Saya—tanda ada sms masuk. Ternyata sms dari Afifah, sahabat di Tsanawiyah, Aliyah dan sampai sekarang, dia mengabarkan bahwa Riska sakit Lupus, sejak 3 bulan lalu, badannya kurus kali, sekarang dia di rawat di rumahnya. Dua hari yang lalu Afifah dan Fhilisya baru menjenguk Riska. Lalu singkat cerita sms tersebut Saya sebarkan ke teman-teman yang lain dan memutuskan untuk menjenguk dia hari Sabtu sekalian membawa oleh-oleh roti isi srikaya, kata Afifah, Riska ingin dibelikan roti isi srikaya.
Berselang 4 jam setelah sms an dengan Afifah, waktu itu saya baru selesai mencuci baju, Saya dapat sms lagi sekitar pukul 11.30 dari Afifah bahwa Riska udah nggak ada. Allah…lemas seluruh tubuh ini, baru beberapa jam yang lalu berniat menjenguknya esok hari, tapi Allah sudah lebih dulu menjemputnya. Ada rasa penyesalan di hati ini, kenapa tidak cepat mengetahui informasi bahwa ada sahabat yang sedang sakit, bahwa tidak sempat bertemu dan berbicara untuk yang terakhir kali. Waktu seakan tertarik ke belakang teringat segala memori yang pernah dilewati bersama Riska.
 Riska yang bawel, periang, lucu, ramah. Riska yang memang orangnya kurus-kurus imut kayak Saya. Riska yang kami ejek ‘nenek’ waktu masih Tsanawiyah dulu. Riska yang pernah meminjamkan Saya Rp.10000 buat ongkos pulang dari rumahnya—waktu itu kami mengadakan reunion di rumahnya. Riska yang….
Sudah berkurang sahabat yang dulunya suka ketawa bareng, dia yang bikin suasana jadi tambah rame. Bagaimanapun kita semua yang hgidup pasti akan mati, tapi, ini benar-benar terlalu cepat, ah…Allah yang berkehendak.
 Setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Kepergian Riska membuat kami (mantan siswa klas III5 waktu di Tsanawiyah dulu, dari yang tak pernah jumpa sejak tamat sekolah, alhamdulillah jumpa lagi, tanya keadaan, dan melepas rindu) berkumpul lagi buat melihat Riska untuk yang terakhir kali.
 Riska yang terbujur kaku, tak berdaya, dikelilingi para pelayat yang berdatangan silih berganti. Saya yang tak sanggup berkata apa-apa saat melayat Riska dan membatin dalam hati mungkin kayak gini lah jikalau aku meninggal nanti. Saya sempat mencium pipinya uintuk yang terakhir kali sebelum pamit pulang, wajah itu teduh, damai dan tenang.
 Menurut informasi dari keluarga, Jenazah Riska tidak dikuburkan hari itu juga, karena menungu sang Ayah datang dari Palembang.
 Walaupun Riska sudah tidak ada lagi di dunia. Bagi saya dia tetap hidup di hati. Selamanya.

Agustus: Bulan Kelahiran sekaligus Bulan Kematiannya 
7 hari setelah kepergian Riska, Saya masih terus teringat dia. Jujur tidak ada rasa takut walaupun sempat mencium pipi almarhumah. Saya tahu almarhumah orang baik. Rasanya seperti percaya tidak percaya bahwa Riska sudah tidak ada.
Karena ingin membangkitkan lagi memori bersama almarhumah semasa hidupnya, saya lalu membongkar-bongkar memori tentang dia, surat yang pernah dia kirim, melihat-lihat album foto perpisahan Tsanawiyah dulu.
Sekilas setelah membaca surat yang pernah dia kirim dan dalam surat itu dia bercerita tentang sekolahnya, bahwa dia sedih tidak lulus masuk Aliyah bareng Saya, Afifah dan beberapa teman yang lain, tapi dia senang bersekolah di sebuah SMK di Medan, jurusan Akuntansi, dia juga cerita bahwa tanggal 9 Agustus lalu dia berulang tahun dan mendapatkan surprise party dari teman-temannya yang di SMK ( Surat itu dikirimnya tertanggal 15 Agustus 2003).
Langsung saya berhenti membaca surat itu, berarti 2 hari lagi almarhumah ulang tahun. Bertepatan dari FLP Medan ada proyek menulis Kisah Nyata bertemakan kematian, lalu saya pun berencana untuk bersilaturahmi ke rumah almarhumah tepat di tanggal ulang tahunnya. Sekaligus ingin mengetahui cerita dari kelurga kronologis penyakit yang diderita Riska selama ini. Saya raih HP dan menekan kayped untuk kirim sms, mengajakAfifah, Tami dan Rizal buat menemani saya ke rumah almarhumah.
Sekitar pukul 11.00 pagi menjelang siang, kami berempat tiba di rumah almarhumah. Kami disambut hangat oleh sepupu almarhumah,”Teman-teman Riska ya?”, katanya kepada Kami, “Silakan masuk”. Syukur alhamdulillah kedatangan kami tidak mengganggu tuan rumah, bertepatan Ibunda almarhumah pun ada di rumah serta abang dan adiknya. Ibunda Riska mempersilakan kami duduk dan minta diri untuk sholat Dhuha dulu baru menemani kami ngobrol.
Awalnya suasana kaku mendera diri saya dan kawan-kawan, saya bingung mau mulai dari mana. Akhirnya berhubung karena memang diri saya yang berhajat, saya memberanikan diri membuka pembicaraan dan menyatakan maksud dan tujuan kedatangan kami bahwa saya ingin mengetahui sebab musabab meninggalnya Riska dan mengakui bahwa saya seorang penulis dan punya proyek menulis Kisah Nyata bertamakan Kematian, untuk diambil hikmahnya. Sempat terlihat raut kecurigaan juga sewaktu saya menjelaskan semuanya, tapi pada akhirnya Alhamdulillah Ibu Riska dan abang kandung Riska mengizinkan.
Seperti Ibu pada umumnya yang baru saja ditinggal pergi buat selamanya oleh sang sibiran tulang, raut kesedihan masih terlukis di wajahnya. Beliau mengawali cerita dengan sisa ketegaran yang dia punya diselingi isak tangis kala teringat detik-detik terakhir kepergian Riska.
Awalnya Riska mengeluh sakit pada kedua telapak kakinya, susah buang air besar, (maaf) sakit pada dubur. Selain itu tidak biasanya Riska mengalami sakit kepala sebelum mengahadapi ujian semester di kampus.
Lengkapnya Riska Agustina anak ke dua dari tiga bersaudara ini, setelah ujian semester empat yang lalu dia benar-benar jatuh sakit, berat badannya turun drastic dari 40 kg menjadi 30 kg. Pemeriksaan pertama, Riska di bawa ke RS. Martondi. Di Rumah Sakit ini, Riska didiagnosis kekurangan protein dan Hb turun. Riska sempat dirawat selama beberapa hari setelah itu dirawat kembali di rumah, tapi tak juga kunjung sembuh. Sempat juga dibawa ke pengobatan alternative, salah satunya yang ada di Jalan Titi Kuning. Tabib yang mengobati mengatakan bahwa Riska diguna-guna, dan sebagainya, pokoknya berbau klenik dan tidak masuk akal, oleh tabib Riska diberi bacaan zikir, tapi setelah beberapa hari dibaca malah Riska merasa badannya panas bdan Riska merasa ada yang tidak beres dengan bacaan zikir tersebut dan memutuskan untuk berhenti membacanya.
Terakhir awal bulan Juli, Riska dan Ibunda mencoba periks ke Dr. Adnin Adnan yang berpraktek di Jalan Sisingamangaraja, Medan. Oleh dokter, Riska didiagnosis penyakit Lupus. Lagi-lagi Riska harus rawat inap di sebuah rumah sakit di Medan dan mengnahbiskan kurang lebioh 4 kantong darah untuk menstabilkan Hb-nya, namun tetap tidak menolong. Salah satu proses penyembuhan adalah meminum obat yang diresepkan opleh dokter dan tentunya tidaklah murah, obatnya lumayan mahal, ada satu obat yang satu kapsulnya berharga Rp. 60.000 dan harus diminum sehari satu kapsul. Sudah 13 juta rupiah uang yang dikeluarkan demi kesembuhan Riska.
Selama sakitnya Riska tetap rajin sholat, dan berdoa meminta kesembuhan pada sang pemilik kesembuhan.
Sang Ibu tidak punya firasat apa-apa, di saat-saat sang maut akan mencabut nyawa anaknya. Hanya saja dua hari sebelum kepergian Riska. Waktu itui Riska sedang duduk-duduk di ruang tamu dan dia melihat almarhum sang kakek sedang duduk di salah satu kursi tamu dan mengajaknya pergi. Begitu juga almarhum kakek juga menghiasai mimpi abang Riska dan mengatakan kepada abangnya bahwa umur Riska tidak akan lama lagi.
Hingga akhirnya pagi itu, semua pakaian Riska sudah dikemas dan dimasukkan ke dalam tas untuk bersiap-sipa pergi ke RS. Adam Malik untuk pemeriksaan berikutnya. Sebelum pergi, saat itu pukul 08.30, Riska sempat sarapan bubur nasi. Setelah sarapan dia menolak untuk minum obat tapi Riska memilih unutk tidur sebentar. Pukul sembilan Riska kembali dibangunkan oleh abangnya dan mengingatkan untuk minum obat. Tapi lagi-lagi Riska menolak dan memilih untuk tidur sebentar lagi. Namun, sekitar pukul aepuluh, Riska terbangun dengan mata mendelik ke atas dengan gigi terkatup rapat dan kedua jari tangan dan kakinya menegang.
Sang ibu yang terus mendampingi Riska menyadari bahwa sang anak perempuan satu-satunya itu sedang meregang nyawa dan akan pergi meninggalkannya untuk selamanya. Ibunda Riska tanpa pikir panjang lagi karena memang sudah tiba waktunya, beliau langsung menuntun Riska mengucapkan kalimat LAAILAAHA ILLALLAAH, mulut Riska hanya bisa mengucap asma Allah seperti ikan yang mengatup-katupkan mulutnya minta makan. Berselang sekitar lima menit tanpa perlu waktu lama saat Riska meregang nyawa, Riska benar-benar tidak ada saat itu juga. Segalanya berhenti, tidak ada lagi rasa sakit itu, tidak ada lagi rasa pahit di lidah karena lelah merasakan pahitnya obat yang masuk. Yang ada hanya kesedihan keluarga tercinta, teman, sahabat yang ditinggalkan Riska.
Hari itu, Jum’at pagi sekitar pukul 10, 1 Agustus 2008, 30 Rajab 1429 H. 

Sedikit Tentang Lupus
Sejak mengetahui sebab musabab meninggalnya Riska karena penyakit Lupus. Saya menjadi penasaran dengan penyakit ini. Sebelumnya adik junior di Aliyah juga ada yang meninggal karena penyakit ini. Saya makin penasaran, dan akhirnya saya mencari tahunya dari internet.
Lupus merupakan penyakit yang menyerang perubahan system kekebalan perorangan, yang sampai kini belum diketahui penyebabnya. Dalam tubuh seseorang terdapat antibody yang berfungsi menyerang sumber penyakit yang akan masuk dalam tubuh. Uniknya, penyakit Lupus ini antibody yang terbentuk dalam tubuh berlebihan. Hasilnya, antibody justru menyerang sel-sel jaringan organ tubuh yang sehat. Kelainan ini disebut aoutoimunitas.
Antibodi yang berlebihan ini, bisa masuk ke seluruh jaringan dengan 2 cara yaitu:
Salah satunya,antibody aneh ini bisa langsung menyerang jaringan sel tubuh, seperti pada sel-sel darah merah yang menyebabkan selnya akan hancur. Inilah yang akan mengakibatkan penderitanya kekurangan sel darah merah atau anemia. Itulah mengapa sebanyak apapun darah diinfus ke tubuh Riska, Riska tetap kekurangan darah.
Umumnya penderita Lupus mengalami gejala seperti, kulit yang mudah gosong akibat sinar matahari serta timbulnya gangguan pencernaan. Gejala umumnya penderita sering merasa lemah, kelelahan yang berlebihan, sariawan yang hilang timbul, demam dan pegal-pegal.
            Dalam sebuah artikel lain ditulis bahwa, Penyakit ini dalam ilmu kedokteran disebut Systemic Lupus Erythematosus (SLE), yaitu ketika penyakit ini sudah menyerang seluruh tubuh atau system internal manusia. Dalam ilmu imunologi atau kekebalan tubuh, penyakit ini adalah kebalikan dari kanker atau HIV/AIDS. Pada Lupus, tubuh menjadi overacting terhadap rangsangan dari sesuatu yang asing dan membuat terlalu banyak antibody atau semacam protein yang malah ditujukan untuk melawan jaringan tubuh sendiri. Setelah diteliti penyebab Lupuskarena factor keturunan dan lingkungan. Penyakit ini justru diderita wanita usia produktif sampai usai 50 tahun.

Terimakasih sudah membaca postingan di nufazee.com semoga bermanfaat. Mohon jangan masukkan link hidup saat mengisi kolom komentar. ^^ Biar gak capek kali ngapus broken link, ini kenapa jadi curhat haha

Powered by Blogger.