-->
Menu
/
-->
Judul          : Tenggelamnya Kapal Van der Wijck
Pemeran    : Pevita Pearce, Herjunot Ali, Reza Rahardian, Randy Nidji
Produser   : Ram Soraya, Sunil Soraya
Produksi   : Soraya Intercine Films
Jenis Film  : Drama Romantis
Durasi        : 165 menit
Tanggal Liris: 19 Desember 2013

Dalamnya Resensi Film Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck
Oleh: Nurul Fauziah

http://mutuku.blogdetik.com/2014/01/03/konyolnya-ending-film-tenggelamnya-kapal-van-der-wijck/
Cinta, selalu menjadi tema sentral yang menginspirasi banyak orang untuk berkarya termasuk film. Tenggelamnya Kapal Van der Wicjk adalah salahsatu karya film yang diadaptasi dari novel karangan Buya Hamka, berjudul sama, dan sukses dirilis tanggal 19 Desember 2013. Berkisah tentang sepasang anak manusia yang saling jatuh cinta, namun perjalanan kisah cinta tak semulus yang diharapkan, kentalnya aturan adat dan istiadat setempat menjadi tembok besar bersatunya hati mereka.

Terkisahlah pemuda asal Makassar bernama Zainuddin yang memutuskan merantau ke Batipuh, Padang Panjang, kampung halaman ayahnya selepas sekian lama meyatim piatu dan hidup dibesarkan seorang pengasuh. Berbekal sebuah nama keluarga ayah, Mande Jamilah.
Setibanya di Batipuh, Zainuddin begitu terpesona dengan lukisan alam, tanah kelahiran ayahnya dan juga secara tak sengaja menyaksikan langsung pancaran kecantikan, bunga desa, yang sedang melintas jalan kampong, pagi itu, siapa lagi kalau bukan, Hajati. Cinta pada pandangan pertama pun terjadi.

Antara Hajati dan Zainuddin tanpa dikomandokan, hati mereka saling terpaut satu sama lain. Surat demi surat pun tercipta. Pertemuan langsung saat balas dan terima surat juga tak terhindarkan. Hingga hubungan terlarang tersebut sampai ke pandangan dan telinga Datuk Rangkayo, mamak (paman) dari Hajati. Orang yang paling berhak atas hidup Hajati setelah Ayah dan Ibu Hajati, meninggal.

Kisah selanjutnya, nonton sendiri yeee…

Awal yang Datar
Keinginan untuk menonton film ini cukup besar tapi tidak sebesar pemikiran pragmatisku, yang menganggap, ya sudahlah, tunggu versi download-nya :D, lagi pula menonton film Indonesia mah sering ruginya, baru beberapa bulan di bioskop eh ntar sudah ada tayang di televisi dah gitu tiket nonton sekarang ya ampun ampunan mah harganya T_T, mending beli buku deh #curcol -_-“ Namun, berdasarkan desakan seorang kakak, yang menurutnya menonton di bioskop dengan layar 6 x 12 meter itu beda dari sekadar nonton di televise atau di layar netbuk, maka jadilah daku memenuhi undangan nonton bareng si kakak.

Here we go…

Saat layar terkembang #jiaah macam nonton layar tancap :D sampai satu jam pertama, daku akui, adegan demi adegan berjalan dataaarrr banget, hampir tertidur, hoaamm. Mungkin yang bikin datar dan mata cepat mengantuk adalah, tone warna gambar yang berubah-ubah, setting Batipuh,  tone mendadak biru, setting Batavia dan Surabaya beda lagi tone nya  Tapi, yang bikin mata melek dan telinga semriwing, adalah dialog yang digunakan oleh para pemain, diantarnya Zainuddin yang diperankan oleh Herjunot Ali, cowok satu ini dipermak abis dan berpenampilan se-cupu mungkin tapi teteup, ganteng #eh :D .

Herjunot Ali, menurutku cukup totalitas memerankan Zainuddin, mulai dari dialog yang menggunakan aksen Bugis, sekilas terdengar seperti aksen Batak, tapi setahuku, begitulah aksen Bugis, keras, tegas dan to the point serta santun,  salut buat Bang Her #panggilansokakrabku hahaha, setelah pendengaranku mencernanya, pasti gak mudah Bang Her melafal dan belajar Bahasa Daerah suku Bugis T_T

Nah, kalau Pevita Pearce yang memerankan Hajati lain pula, awalnya agak skeptis, kok bisa sih dia yang memerankan Hajati? Tapi pemirsah, Anda salah menilai :D daku malah lebih dapet aktingnya Uni Pevita #eh aslinya dia Gadis Minang gak sih? #googling

Cara bicaranya, pembawaannya yang datar dan nyaris tanpa ekspresi, dialek Minangnya yang memang daku akui gak selebay dialek Bang Junot, tapi top margotop buat akting, Pevita Pearce, berasa Hajati gue pas nonton TKVW T_T #daku seolah merasakan apa yang dirasakan Hajati #Oh *mulai lebai si penulis -_-“ , oke, back to normal :D

Seiring perjalanan adegan demi adegan, akhirnya sampailah adegan, sedih-sedihan T_T #sihiy adegan itu saat, Mamak (Paman) menasehati Hajati, ah sampai disini, inilah yang daku kecewakan dengan adat L Dalam adat istiadat Minang, posisi seorang paman memang memegang peranan teramat penting atas hajat hidup keponakannya, termasuk masalah memilihkan jodoh.

Apa yang dikatakan Mamak itulah yang mesti dijalankan, sisi positifnya adalah jiwa peduli seorang paman terhadap keponakan dalam adat istiadat Minang sangatlah tinggi.

Maka, didapatlah dialog ‘ngenes’ berikut ini dengan gubahan seperlunya, soalnya takut salah bila menulis dalam Bahasa Minang, mengerti bila dilisankan, kacau balau tiba menuliskannya hahaha #masalahnyo lah lamo indak pulang kampuang dan cakap Minang

‘Cinta kami suci, mak’ sambil berlutut dan suara parau, Hajati coba jelaskan kepada Mamak perihal hubungannya dengan Zainuddin

‘Hey, Hajati, Cinta itu Khayal, Dongeng dalam Kitab, kau pikir akan jadi apa hidupmu nanti bila menikah dengan orang yang tidak beradat…bla…bla…miskin…bla…bla…kau itu anak dari Datuk Rang Kayo, Dengarlah cakap mamakmu hari ini, dijamin indak manyasal beko (nanti) di kemudian hari, malah kau yang akan batarimo kasih pada mamakmu ini, mamak lah labiah tuo, labiah banyak makan garam…’

Sebenarnya dialog-dialognya yang bikin daku ingin menonton ulang film ini hehehe :D kena banget soalnya hahaha #ehm -_-“

Nah, dari adegan tersebutlah, mulai, basah mataku hahaha, tapi belum menderas, masih mendung. Adegan awal , masih dapat banget suasana kampung nan tenang dan asri, cara pemuda pemudinya menjaga hubungan dan pandangan, kerenlah, mantap ^_^ memasuki adegan yang lebih dalam, mulailah…

Singkat cerita, Zainuddin bersebab darah Bugis-nya (padahal Ayahnya, Minang pun ckckc, itulah ya kan rasisme tadi T_T, tak manusiawi awak dibuatnya) dan hubungan terlarangnya dengan Hajati, diusir secara terhormat dari Batipuh. Sebelum berpisah, Hajati menjumpai Zainuddin di tepi danau yang ada di Batipuh, lokasi favorit Zainuddin kalau lagi nulis surat, disinilah mereka mengikat janji setia #ciyee #uhuk, Hajati memberikan selendangnya sebagai azimat cinta mereka, dan berjanji untuk terus menulis surat berkirim kabar. Sekian bulan kemudian , di surat mereka kesekian, Zainuddin yang menuntut ilmu di Padang Panjang, menerima surat bahwa Hajati akan ke Padang Panjang menonton Pacuan Kuda Tahunan, Zainuddin senang alang kepalang.

Tibalah hari yang dinanti, Hajati pun sampai di rumah sahabatnya, Azizah, orang Minang tapi ke Belanda-Belanda-an. Azizah ini adik dari Aziz diperankan Reza Rahardian, bekerja di pemerintahan Belanda. Pertama kali lihat Hajati, Aziz jatuh hati. Di awal rencana, Hajati ingin bertemu Zainuddin secara sendiri, pada akhirnya, Hajati pergi dengan Aziz, Azizah dan teman-teman Belanda Aziz, wew, Hajati dipermak abis, luntur mah penampilan Gadis Minang dengan khas kerudung dan baju kurung.

Acting Reza Rahardian mah gak perlu diragukan lagi, the best actor ever lah, kalau ditatap lama si Reza ini mirip adik lelakiku, Rizky ^_^ , cakepnya, brewoknya, #hadeh #paket komplit dah *bisa dibungkus gak ya?* *Emang beli cireng, pakai bungkusan?
* -_-“

Adegan ini, sebenarnya illfeel langsung dengan tokoh Hajati, selugu-lugunya gadis kampung, yang memegang betul petuah guru mengaji di surau serta mengkaji Al Qur’an dan Hadits tentang tata cara menutup aurat, tentulah dipegang teguh,  tapi sekejap saja dirayu Azizah untuk berpakaian gaun panjang  tak berlengan, mudah saja diterima Hajati dengan bujukan bahwa Zainuddin akan terpukau bila Hajati berpenampilan seperti itu #help sutradara

Di Pacuan Kuda, melihat kebersamaan Hajati dan Aziz, Zainuddin pun berprasangka, musnah sudah harapan bertemu dan mengobrol panjang dengan Hajati sekadar menuntaskan rindu. Meski begitu, tak urung niat Zainuddin mempersunting Hayati, maka melayanglah surat kepada Datuk Rangkayo untuk meminta Hajati menjadi isteri. Namun, disaat yang sama, Aziz didesak orangtuanya untuk segera menikah dengan alasan cukup umur dan demi menyudahi kehidupan hura-hura Aziz selama ini.

Kirim-kiriman surat pun terjadi, perang batin antara keduanya mulai pecah, Hajati bingung dengan posisi sulit, antara tidak ingin durhaka kepada Mamak yang merawat dia selama ini jika menolak pinangan Aziz dan dengan kebahagiaan dia bila bersama Zainuddin. Akhirnya dengan maksud menyelamatkan hati Zainuddin, dan menyenangkan hati Mamak, pinangan Aziz-lah yang diterima Hajati.

Mendengar kabar, Hajati menerima lamaran Aziz, Zainuddin menulis surat yang isinya begini:
‘Hajati, begitu mudahnya kau menerima pinangan Aziz, tak ingatkah azimat cinta kita, kerudung yang kau berikan di tepi danau itu? Dan juga janji kita? Bla bla bla … ah, aku pikir ini semua hanyalah perkawinan kecantikan dan harta saja…Tahukah kau seperti apa Aziz itu? Aku meminta Bang Muluk mencari tahu dan ternyata Aziz adalah penjudi terkenal di kota ini, tak kau pikir ulang lagi keputusanmu? #lupa gue apalagi -_-‘ tapi inti suratnya begitulah

Dan Hajati pun membalasnya sebagai berikut, dan aku tahu #tsaah sebenarnya Hajati berat memilih, tapi dia tidak punya pilihan T_T pada akhirnya ia turut patuh kepada sang Mamak serta para tetua adat,  meski dalam surat itu, Hajati menyampaikan bahwa  keputusan menikah dengan Aziz, seolah-olah adalah murni keputusannya, padahal asli paksaan dari Ninik Mamak Hajati T_T

‘Zainuddin, adapun perkawinan ini bukanlah perkawinan kecantikan dan harta, perkawinan ini adalah benar adanya keputusanku, lupakan semua kenangan kita, anggap saja kita tak pernah bertemu’

Jeng…jeng…

Pernikahan pun digelar, #aiih nonton adegan baralek, pengen pulang kampung aja bawaannya hahaha, Bahasa Minang, suasana kampungnya itu nganenin *_*

Selanjutnya? … #sebentar, penulis ke warung dulu ya, beli Genset sachet hahaha #penulis aneh

Ba cinto di awak, manikah di urang, ungkapan Minang ini passs banget buat Zainuddin, Zainuddin patah hati, sodara-sodaraaa *toa*

Zainuddin mendekam di kamar, hampir dua bulan lamanya, tak nak makan, tak nak hidup, ntah pun tak nak mandi,  tak nak semuanye #lah kenapa ipin upin nyasar kemari hahaha

Adegan Zai patah hati, non sense banget buat aku, sepatah-patah hatinya orang, okelah ada yg bunuh diri, tapi orang tipe Zainuddin, ilmu agamanya tinggi, keturunan terhormat pula di Makassar sana, kok bisa? Se-drop itu? Se-stres begitu? Sampai berhalusinasi yang berlebihan, masak Mantri Desa, lelaki, dikira Hajati? #hadeh, ya setidaknya meski berhalusinasi, masihlah bisa membedakan mana laki-laki dan perempuan #jiaah sok tahu gue, emang pernah ngalamin? :p Udah gitu, di adegan ini, Junot mulai kehilangan arah, mulai mengalami disorientasi aksen, tapi gak sampai jadi butiran debu #berat kali bahasanya :O. Menurut sebagian penonton adegan halusinasi Zai dan bumbunya itu lucu, tapi bagiku, lebay, maksa.

Hajati dan Cinta, Gak Pernah Salah
Beberapa hari lalu sempat baca, dimana gitu, daku lupa yang jelas bunyinya begini, Kalau kamu lagi ujian, lalu menemukan pertanyaan sulit yang bila dijawab takut salah, maka, jawab saja CINTA, karena cinta gak pernah salah, #hahaha begini nih kalau murid udah keracunan sinetron cinta-cintaan yang ge je itu.

Setelah puas membedah adegan demi adegan versi On The Spot, :p gak lah, versi daku lah yang pendiem ini kalau lagi tidur :p , maka kita masuk ke pembahasan pembelaan. Mau tau? Cekidot terus ^_^

Dibeberapa adegan terakhir, air mataku mulai unstoppable #jiaah istilahnya, bayangin aja men, emang sih salah juga, lagi kondisi hati terserak berani-beraninya nonton pilem beginian, makin menjadilah, meradang, memerih #ooppp

Pernikahan Hajati dan Aziz, hambar adanya, Aziz tetap sibuk dengan urusan kerja dan tentu saja judi, Hajati malah seperti hidup di sangkar emas,  sedangkan Zainuddin terus berusaha bangkit dari keterpurukan, Zainuddin bersama Bang Muluk, anak dari Keluarga yang rumahnya jadi tempat menginap Zainuddin, memutuskan pergi ke Batavia (pelajaran juga nih jenderal, kalau menyembuhkan luka patah hati, kudu totalitas men, pergi sekalian nyebrang pulau, tapi salahnya gak bisa pindah planet pula -_-“ )

Zainuddin terus bersinar, agaknya ia mempraktekkan apa yang pernah dibilang Helvy Tiana Rosa, ada dua keadaan yang membuat seseorang menjadi penulis, Jatuh Cinta dan Patah Hati. Zainuddin jadi novelis terkenal, dengan nama samaran ‘Goebahan Z’, bahkan bonusnya lagi, Zai ditawari untuk mengurus sebuah perusahaan penerbitan di Surabaya. Drastis, Zai dan Bang Muluk kaya berat dah, by the way persahabatan antara Zai dan Bang Muluk mirip kisah film India yang high recommended dah sepanjang zaman, Mann.

Lalu, seiring berjalannya waktu, di sebuah perhelatan opera, Aziz dan Hajati diundang menonton, dan tak dinyana ternyata penulis naskah opera tersebut adalah Zainuddin, Aziz pun tak canggung mengakrabkan diri lagi, bahkan tanpa tedeng aling aling langsung minta bantuan berupa pinjaman uang demi membayar utang, akibat gila judi.

Perlahan, keadaan Aziz dan Hajati makin parah, jatuh miskin, Aziz kembali bermohon kepada Zai, mereka pun menumpang tinggal di rumah megah bak istana milik Zai (ah, masih non sense juga, di rentang waktu kisaran tahun 1930-an ada ya Inlander/pribumi bisa memiliki rumah semegah itu? :O

Nah, saat satu atap inilah keadaan makin meruncing, termasuk urusan perasaan.

Ah, kalian tahu wahai pembaca, sepanjang cerita, tampak sekali Zai lah korban pengabaian cinta Hajati, padahal Hajati –lah korban sebenarnya, Hajati masih cinta dengan Zai tapi bersebab adat dan patuh pada Mamak, Hajati korbankan kebahagiaannya, kemudian masuk ke dunia pernikahan, gaya penampilan Hajati berubah drastis, ondee, sebegitu Belandanya kah Aziz, sampai-sampai sejak menikah Hajati nyaris tak pernah lagi terlihat berpenampilan kerudung dan baju kurung. #sutradara mana sutradara. Hajati gak salah, Zai T_T plis deh!

Adegan terus mengerucut dan semakin pelik, ibarat benang yang udah kelilit lilit, bersebab masalah yang bertubi, Aziz sakit, Aziz mohon tinggal di rumah Zai beserta istri, dan pada akhirnya terusik juga harga diri Aziz sebagai lelaki, sebaik sembuh, Aziz putuskan untuk cari kerja dan meninggalkan Hajati di rumah Zai sampai Aziz dapat kerjaan, namun, karena  tak tahan dengan kondisi yang ada, bukan cari kerja, Aziz malah cari mati, ia ditemukan mati bunuh diri di kamar hotel. Hajati shock.

Sebelum bunuh diri, Aziz sempatkan nulis surat yang isinya, *pokoknya tokoh utama dalam film ini, penulis semua dah, bangga dong :D , penulis surat ^_^ *, ‘Hajati, maafkan aku yang telah merampasmu dari Zainuddin, dengan ini aku lepaskan engkau, bila masa iddahmu selesai, maka aku relakan Engkau bersatu dengan Zainuddin’.

Alahai, lagi-lagi pilihan sulit, disatu sisi, horeee…Aziz sudah meninggal #loh kok? Gak sholehah banget jadi istri, T_T ya Allah, apakah ini sensifitas si penulis review? #jedug2kan kepala ke tumpukan Roti Vanhollano, tapi gak lah, Hajati-kan istri sholehah nan ikhlas, selang beberapa bulan, akhirnya, Hajati beranikan diri mempertanyakan cinta Zainuddin, aku pun bila jadi Hajati, tak nak juga tinggal satu atap dengan orang yang hatinya pernah erat lekat di benak dan pikiran #daleeemmm

Dialog yang menguras air mata itu pun terjadi:
Ceritanya,Hajati mempertanyakan lagi cinta, Zai, dan tahu jawaban Zai apa? Aih, disini air mataku dah kayak air terjun sipiso piso TT_TT

Zai luapkan semua amarah dan dendam, sebenarnya gak dendam juga, apa ya namanya ‘kesesakan sebenar benarnya sesak’, kurang lebih begini inti dialognya, bahwa bagi Zai, Hajati itu sudah mati, Hajatinya yang dulu adalah yang teguh menunggu lamaran Zai, tapi ternyata malah memilih lamaran Aziz (sampai disini sebenarnya pengen nge-jitak Zai, gak tahu apa Hajati susah payah menolak paksaan Ninik Mamak untuk menikah dengan Aziz, tapi karena adat harus dijunjung tinggi, Hajati tak punya pilihan, salahkah Hajati? Haruskah ia pergi ke pantai dan pecahkan piring?) dan sekarang Hajati yang di depan matanya adalah tidak lebih dari istri sahabatnya, ooo…makin menjadilah tangisan si kawan tu, tapi Zai terus meluapkan kesesakan hatinya, Hajati speechless hanya bisa berurai air mata.

Tak mudah bagiku menerimamu lagi Hajati, aku hanya mengikuti apa yang kau sampaikan dalam surat itu, bahwa aku harus melupakanmu, mengubur semua kenangan, menganggap semua tak pernah terjadi, dan itulah yang aku lakukan Hajati, aku lakukan permintaanmu, Hajati dan sekarang kau memintaku?,  pantang pisang berbuah dua kali, pantang pemuda menikah dengan bekas istri orang, #nusukk’ begitulah kata Zai, ‘Besok, berangkatlah dengan Kapal Van Der Wijck, aku akan membayar semua biaya perjalananmu, maaf aku tidak bisa mengantarmu, Bang Muluk akan mengurusi semuanya’ Zai berlalu dengan beberapa lembar uang yang ia letak di meja dekat perapian, sedang Hajati, berlemas lutut, lalu terduduk menangis terisak. #hmm, penulis narik becak dulu deh, eh narik napas maksudnya

Adegan Penutup yang ‘APA?!’
Ya adegan berikutnya semua bisa nebak dong? Hajati naik kapal, diikuti lambaian saputangan putih para penumpang TKVW pagi itu, dan gak tahu kenapa, semua penumpang janjian menggunakan sapu tangan putih untuk adegan lambaian tangan dan tangan mereka gak lelah apa?, #wew #urusan mereka lah itu ya :D

Di atas kapal, Hajati dengan kedataran ekspresinya, tatapan matanya yang kosong, ramai pun penumpang, tapi tetap saja dia merasa sendiri #kasian Hajati T_T meski begitu batin Hajati terus berdialog, sepanjang perjalanan, selembar foto Zai, tak terlepas digenggaman.

Tibalah detik-detik kapal tenggelam, eits sebelum itu, daku mau komen dulu,kenapa banyak melibatkan pemain asing ya dalam film ini sebagai figuran? Biar terkesan film internasional atau supaya apa? Apakah perseteruan Belanda-Indonesia tidak menganggu kisah cinta dua sejoli ini, pada waktu itu, 1930-an, kenapa bumbu sejarah perjuangan Indonesia, tak ada sama sekali? Mungkin karena mau menonjolkan kisah cintanya kali ya? Tapi tetaplah harus ada setting sejarah perjuangan Indonesia yang menyertainya #lebih observasi sejarah aja kali ya Om Sutradara yang kurang dalam film ini :)
Kapal pun tenggelam, ya adalah efek komputerisasinya, mendekati efek Titanic lah, mantap. Adegan Hajati tenggelam pun keren, heuheuheu, dialog batin Hajati keren pas tenggelam itu ^_^ ‘Biarlah kematianku ini adalah menjadi kematian dalam mengenangmu’

Pengisi Soundstrack, Nidji juga keren *_* lirik lagunya nendang dan dukung banget dengan konten film, OST jagoan film TKVW adalah Sumpah dan Cinta Matiku.
Cintanya slalu abadi
Walau takdir tak pasti
Kau slalu dihati cinta matiku
Slama aku berdoa melayangkan cinta
Yang slalu kujaga

Dan, aku menunggu kapanlah lampu tulisan EXIT menyala, soalnya kan Hajati dah tenggelam tu :D pasti habiskan filmnya, ternyata eh ternyata masih nyambung. Kabar kapal tenggelam sampai di Zai, Zai panik. Zai menyusul Hajati ke rumkit, berharap masih ada harapan. Well, Finally I Found You. Disinilah adegan yang APA?! Itu bermula, mirip-mirip adegan pas Fahri membimbing Maryam di detik-detik terakhirnya, tapi itu dalam keadaan mereka sudah halal. (Ayat-Ayat Cinta)

Nah, loh, iki piye? Kenapa Zai curi-curi dalam kesempatan ini, mana adat istiadat yang dijunjung tinggi? lebih dari itu mana aturan agama tentang hubungan laki-laki dan perempuan yang belum muhrim? Kenapa jadi terkesan mirip film drama romantis Barat yang berakhir dengan kissing?

Dueaarrr, lagi-lagi ini hanya film, teman J tak banyak yang diharapkan dari film yang katanya ‘diadaptasi’ dari novel berjudul sama karya Ulama Buya Hamka. Ya, jadilah penonton cerdas nan bijak, tak semua yang ditonton itu benar, tapi setiap yang benar itu datangnya dari Allah, bila patah hati segera disembuhkan,  karena biasanya orang yang luka hati jarang mau bergegas mengobati, berlaku adillah dalam kehidupanmu #Mario Teguh wanna be hihi, percayalah, luka hati yang terarah dan terorganisir bisa mengubah masa depan, tentunya ke arah yang lebih baik dong ya, ingat, obat hati adala lima perkara, sekali lagi, kapal boleh karam, tapi hati mestilah tetap kuat berlayar.

24 Januari 2014, 01.59 WIB

Salam Olahraga







  





2 comments:

  1. kalo cerita yang memang benar-benar dari novelnya, gak gitu kan? #malah penasaran sama novelnya

    ReplyDelete
  2. Ya, nggaklah dek, justru di novelnya lebih keren, mbak dulu punya tapi sekarang ntah dimana rimbanya, kalau dikau beli, mb titip yah *_*

    ReplyDelete

Terimakasih sudah membaca postingan di nufazee.com semoga bermanfaat. Mohon jangan masukkan link hidup saat mengisi kolom komentar. ^^ Biar gak capek kali ngapus broken link, ini kenapa jadi curhat haha

Powered by Blogger.